Ikuti Kami

Soal Lembaga Investasi Dinantara, Ferdinand: Omon-Omon Aja. Aset Sudah Tergadai, APBN Defisit, Mau Apa?

Ia mempertanyakan urgensi pembentukan lembaga investasi tersebut di tengah kondisi keuangan negara yang dinilainya sedang terpuruk.

Soal Lembaga Investasi Dinantara, Ferdinand: Omon-Omon Aja. Aset Sudah Tergadai, APBN Defisit, Mau Apa?

Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean mengkritik keras pembentukan Danantara yang baru-baru ini diumumkan pemerintah.

Ia mempertanyakan urgensi pembentukan lembaga investasi tersebut di tengah kondisi keuangan negara yang dinilainya sedang terpuruk.

"Era Jokowi di mana Luhut sangat berkuasa, pada tahun 2021 pernah membentuk INA (Otoritas Investasi Indonesia)," kata Ferdinand di X @ferdinand_mpu, pada Kamis (20/2/2025).

Ia sontak menyayangkan karena INA yang dibentuk pada era Jokowi itu tidak nampak dan terasa manfaatnya bagi negara.

Ia juga menyoroti nasib INA, lembaga pengelola dana investasi negara yang menurutnya tidak menunjukkan hasil yang jelas.

"Tapi INA ini tak jelas, bagai jin yang tak terlihat," ucapnya.

Ferdinand khawatir Danantara akan bernasib serupa, terutama jika tidak memiliki transparansi dan pengawasan yang ketat.

"Sekarang dibentuk Danantara, halahhh omon-omon aja. Aset sudah tergadai, APBN defisit, mau apa?" ujarnya.

INA sendiri didirikan pada 2021 dengan tujuan mengelola investasi negara guna meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Namun, hingga kini, efektivitasnya masih diperdebatkan.

Sebelumnya, Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Laksono, kembali melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi yang diwariskan oleh mantan Presiden Jokowi.

Ia menyoroti program efisiensi anggaran yang disebut-sebut untuk mendukung program makan gratis sebesar Rp70 triliun.

"Efisiensi anggaran sering dikatakan demi program makan gratis (70 triliun)," ungkap Dandhy di X @DandhyLaksono (18/2/2025).

Padahal, kata dia, anggaran terbesar justru dialokasikan untuk Danantara, yang mencapai Rp325 triliun.

Kata Dandhy, cara ini mirip dengan strategi yang digunakan oleh Jokowi dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Isu pengangguran dijadikan alasan untuk meloloskan kebijakan yang justru memperkuat oligarki dan konglomerasi.

"Trik ini dipakai Jokowi, mencatut nasib pengangguran untuk meloloskan UU yang memperkuat oligarki dan konglomerasi pakai narasi Cipta Kerja," tuturnya.

Alih-alih menciptakan lapangan kerja, Dandhy justru melihat bahwa pasca-implementasi UU tersebut, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin sering terjadi.

"Setelah UU ini kita lebih sering dengar kabar PHK," pungkasnya.

Sumber: fajar.co.id

Quote