Ikuti Kami

Soal Utang di Era Jokowi, Eriko: BPK Pakai Standar Apa?

"Standar apa yang digunakan oleh BPK dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia ? ini harus dapat dibuktikan secara akuntabel".

Soal Utang di Era Jokowi, Eriko: BPK Pakai Standar Apa?
Anggota DPR RI Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mempertanyakan standar yang digunakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia di era pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Itu dikatakannya menanggapi pernyataan ketua BPK Agung Firman Sampurna seperti yang dimuat pada bisnis.tempo.co dengan judul “BPK Ingatkan Pemerintah Soal Naiknya Utang Negara Selama Pandemi”.

Baca: Puan Maharani Capres 2024 Resmi Diusung PDI Perjuangan Jatim
 
Dikatakan bahwa Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen. 

Penambahan utang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang. 

"Dalam hal ini saya mempertanyakan standar apa yang digunakan oleh BPK dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia ? ini harus dapat dibuktikan secara akuntabel," ujar Eriko, Rabu (23/6). 

Ia mencontohkan berapa banyak utang yang jatuh tempo sehingga dapat menyebabkan pemerintah gagal bayar. 

Menurut Eriko, tentu pernyataan itu harus didukung oleh rilis resmi mengenai tata Kelola keuangan negara agar tidak terjadi misleading informasi.

"Memang harus diakui rasio utang Indonesia meningkat, baik dan buruk ini tentu saja relative, olehkarenanya BPK harus dapat menunjukkan sisi mana yang berbahaya? Apakah pengelolaan utang Indonesia sesuai dengan standar akuntabilitas keuangan negara? Karena disisi lain pemerintah sudah mempersiapkan pembayaran SBN, dan sebagian besar utang pemerintah berupa SBN. Kemudian solusi apa yang ditawarkan oleh BPK untuk mengatasi kenaikan rasio utang di tengah pandemi ini?," ungkapnya. 

Negara Harus Hadir Untuk Melindungi

Lebih lanjut Eriko menjelaskan dalam situasi pandemi ini hampir seluruh negara di dunia struggling melawan pandemi dengan memberikan berbagai stimulus kepada masyakaratnya.

"Disini kita berjuang melalui PEN Program Pemulihan Ekonomi Nasional, salah satu yang terpenting adalah jaring pengaman sosial, disitulah peran negara hadir untuk melindungi," tandasnya.

Menanggapi rasio utang yang dijabarkan oleh BPK bila dikomparasikan dengan negara tetangga di Kawasan Asia Tenggara, Eriko mencatat rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah, yakni hanya 46,77% . Kita dapat bandingkan dengan dengan Singapura di 154%, Malaysia 64,62%, Filipina 60,4% dan Thailand 47,28%.

Baca: Kerugian Garuda Indonesia Akibat Dosa Masa Lalu

Apalagi, Ia menegaskan jika dibandingkan dengan sejumlah negara maju seperti Amerika, China dan Jepang yang mencapai rasio utang terhadap PDB di atas 100%, Indonesia masih cenderung konservatif dalam soal utang. 

"Sebagai penutup selama batas rasio utang masih mengacu berdasarkan UU Keuangan Negara telah ditetapkan yakni 60% itu masih dapat dikatan aman, namun jika BPK mengacu pada standar yang ditetapkan oleh IMF tentu itu harus dapat dijelaskan secara akuntabel disisi sebelah mana utang Indonesia dapat dikatakan sudah berbahaya?," pungkasnya.

Quote