Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mempertanyakan keseriusan pemerintah menanggapi desakan masyarakat terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Sebelumnya, Pemerintah melalui Ketua Komite Badan Pengelola (BP) Tapera Basuki Hadimuljono mengungkapkan implementasi program Tapera baru akan dimulai pada 2027, bukan diundur.
Menurut Edy, ini hanya jurus pemerintah meninabobokan masyarakat.
“Kenapa saya bilang meninabobokan? Sebab dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tidak ada perubahan di Pasal 68 dari PP Nomor 25 Tahun 2020,” kata Edy.
Baca: Gus Nabil Minta Pemerintah Kaji Ulang Program Tapera
PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Dalam Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020 memang sudah dinyatakan bahwa pemungutan iuran untuk pekerja swasta dilaksanakan tujuh tahun setelah PP tersebut diundangkan. "Artinya, pada 2027 nanti. Lalu pada PP Nomor 21 Tahun 2024 tidak ada perubahan pada Pasal 68. Jika pemerintah menyatakan akan menunda, ya harus jelas ditunda sampai kapan,” tutur Edy.
Menurut Edy, pemerintah harus berusaha menemukan formulasi yang tepat untuk meyakinkan masyarakat. Hal ini mengingat skema Tapera mendapatkan banyak perlawanan dari berbagai kalangan.
"Respons negatif baik dari buruh maupun pengusaha menjadi sinyal bahwa program Tapera belum pas menurut masyarakat. Pemerintah perlu memperbaiki program yang selama ini sudah berjalan. Setiap program yang akan dijalankan harus sesuai dengan kondisi masyarakat."
Sebelumnya, program Tapera dijalani pegawai negeri sipil (PNS). Besaran iuran yang dibayar PNS sesuai dengan golongannya. Untuk golongan I Rp 3 ribu golongan II Rp 5 ribu, golongan III Rp 7 ribu dan golongan IV Rp 10 ribu. "Setelah menabung puluhan tahun, dana yang bisa diambil tidak lebih dari Rp 10 juta," tutur Edy.
Menurut dia, dengan gambaran ini, masyarakat merasa percuma menabung di Tapera. Merujuk situs BP Tapera, tujuan program ini adalah menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau.
Maka dari itu, Edy menilai bahwa pesimistis dari masyarakat itu wajar saja. "Wajar jika masyarakat merasa pesimis dengan menabung di Tapera ini dapat mendapatkan pembiayaan perumahan yang terjangkau. Kita lihat saja harga rumah sekarang dan berapa yang didapat peserta Tapera."
Edy juga menyoroti manfaat Tapera yang konon hanya bisa dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau dengan penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan. MBR dapat mengambil kredit renovasi rumah, Kredit Bangun Rumah dan dapat akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tenor panjang serta bunga di bawah suku bunga pasar.
Namun, kata dia tidak ada kejelasan benefit bagi peserta non-MBR. “Dengan kondisi ini, wajar jika masyarakat teriak. Untuk apa mereka iuran, kalau tidak bisa merasakan manfaatnya. Sementara mereka yang non-MBR harus membayar KPR sendiri."
Baca: Rieke Diah Pitaloka Minta Pembatalan Aturan Tentang Tapera
Saat ini, lanjut Edy, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memberikan manfaat yang sama dengan UU Tapera. Ada program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.
Edy melihat akan ada overlapping antara MLT Perumahan dan UU Tapera, sehingga dia meminta agar memaksimalkan MLT perumahan untuk pekerja. Artinya, pekerja dan pengusaha swasta tidak perlu diwajibkan ikut Tapera. Dengan diwajibkan membayar iuran Tapera 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pengusaha, menurut dia akan menggangu upah buruh dan cash flow perusahaan. “Alangkah baiknya jika kewajiban untuk iuran ini diganti dengan sukarela,” kata Edy.
Ditambah lagi dengan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2021 lalu soal pengembalian dana Tapera. BPK menemukan 124.960 orang pensiunan peserta Tapera belum menerima pengembalian dana dengan nilai mencapai Rp 567,5 miliar.
Meski belakangan BP Tapera mengungkapkan bahwa semua hak peserta sudah dikembalikan, namun temuan tersebut bisa menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap BP Tapera. "Sehingga betul pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat ini ditunda hingga 2027, harus ada perbaikan yang nyata dan membuat masyarakat percaya,” tutur Edy.