Jakarta, Gesuri.id – Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, memberikan tanggapan tegas mengenai kontroversi seputar pernyataan bersama (joint statement) dalam pertemuan bilateral antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Prabowo pekan lalu. Menurutnya, ada empat hal yang perlu diperhatikan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk menghindari kegaduhan di masa mendatang.
Pertama, TB Hasanuddin menekankan pentingnya kehati-hatian dan responsifitas Kemlu dalam menyikapi pernyataan resmi dari kunjungan kenegaraan Presiden.
"Kemlu perlu lebih berhati-hati dan responsif dalam menanggapi pernyataan resmi. Saya harap Kemlu tidak hanya bertindak sebagai pemadam kebakaran saat muncul problematika seperti ini," ujarnya, dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (12/11).
Kedua, politisi fraksi PDI Perjuangan itu juga menyoroti konsistensi Indonesia dalam menolak klaim nine-dash line yang dinilai tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan UNCLOS 1982, yang telah diratifikasi Indonesia.
“Jika kita bekerja sama dalam ekonomi perikanan di wilayah yang klaimnya bertentangan dengan hukum internasional, bukankah ini mencerminkan ketidakpatuhan kita? Bahkan, kerja sama ini berpotensi melanggar hukum karena kita sudah meratifikasi UNCLOS sebagai UU No.17/1985,” tegasnya.
Ketiga, TB Hasanuddin mempertanyakan potensi kerugian dalam kerja sama maritim antara Indonesia dan China. Ia menyebutkan bahwa selama ini kapal-kapal China sering masuk ke wilayah Natuna dan melakukan pencurian ikan.
"Jika kerja sama ekonomi ini dilakukan, apakah akan menguntungkan kita? Apakah kapal-kapal nelayan China nanti akan bebas berkeliaran di Natuna untuk menangkap ikan kita? Hal ini perlu diwaspadai," katanya.
Keempat, TB Hasanuddin mengingatkan agar Kemlu lebih sensitif dalam melihat sengketa Laut China Selatan sebagai persoalan kolektif ASEAN.
“Jangan sampai, kerja sama maritim kita dengan China di bidang ekonomi justru memperkeruh situasi di Laut China Selatan atau merusak hubungan baik kita dengan negara-negara ASEAN, tetangga yang paling dekat jika kita membutuhkan bantuan,” pungkasnya.
TB Hasanuddin berharap ini dapat menjadi masukan penting bagi Kemlu agar lebih berhati-hati dalam menjalin kerja sama dengan pihak luar, terutama dalam konteks yang sensitif seperti Laut China Selatan.