Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai massa Kodam I/Bukit Barisan yang mendatangi Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara, merupakan bentuk intimidasi terhadap polisi.
Baca: Deklarasi Juragan di Ciamis, TB Hasanuddin: Ganjar Layak Jadi Presiden
Pasalnya, massa yang dipimpin oleh Mayor Dedi Hasibuan tersebut ingin berkoordinasi terkait penangguhan penahanan salah satu tersangka yang sedang ditahan. Tersangka tersebut merupakan saudara Mayor Dedi.
"Jangan melakukannya sendiri, apalagi bawa pasukan. Itu kan sama dengan melakukan intimidasi," ujar TB Hasanuddin saat dihubungi, Senin (7/8/2023).
TB Hasanuddin menjelaskan, apabila seorang prajurit TNI ingin membantu keluarganya yang terjerat hukum, maka tunjuklah pengacara. Dengan begitu, pengacara yang akan mengurus proses hukum sang tersangka dengan kepolisian. TB Hasanuddin mengatakan, apa yang Mayor Dedi Hasibuan dkk lakukan itu tidak boleh dilakukan. "Tidak bisa itu, melanggar hukum disiplin," ucapnya.
Dia menambahkan, para atasan dari puluhan prajurit TNI tersebut yang berhak memberi hukuman, sehingga dirinya tidak bisa memberi rekomendasi hukuman. Meski begitu, TB Hasanuddin memastikan, tindakan yang Mayor Dedi lakukan adalah bentuk pelanggaran.
"Itu tidak dibenarkan dan harus diproses hukuman disiplin. Itu kan termasuk menghalangi dilakukannya sebuah penegakan hukum," imbuh TB Hasanuddin.
Kronologi Polrestabes Medan didatangi TNI
Foto: Sejumlah personel TNI datangi Polrestabes Medan (Istimewa)
Mayor Dedi Hasibuan bersama puluhan anggota TNI berseragam lengkap mendatangi Mapolrestabes Medan, Sabtu (5/8/2023). Kedatangan mereka berkaitan dengan ditangkapnya tersangka mafia tanah, Ahmad Rosyid Hasibuan (ARH), yang merupakan saudara dari Mayor Dedi, Penasihat Hukum Kodam I Bukit Barisan. "Mayor Dedi dan ARH mereka bersaudara," kata Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Riko Siagian saat konferensi pers bersama Polda Sumut, Minggu (6/8/2023) dini hari.
Riko mengungkapkan, apa yang dilakukan Dedi tak ada kaitannya dengan tugasnya sebagai anggota TNI. Sementara itu, dalam video yang beredar luas, Dedi dan para anggotanya mendatangi Mapolrestabes Medan dan menemui Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa. Pertemuan tersebut sempat diisi debat panas antara keduanya.
Dengan nada keras, Mayor Dedi meminta penangguhan penahanan ARH. Bahkan, Mayor Dedi Hasibuan siap menjamin tersangka ARH untuk tidak melarikan diri. Ia berjanji, kapan pun polisi minta, tersangka akan dihadirkan. Dengan tenang, Kompol Fathir menjelaskan, tersangka AHR ditahan berdasarkan sejumlah alat bukti dan tiga laporan polisi.
"Dia punya tiga laporan polisi (LP) lainnya lagi," ujar Kompol Fathir kepada Mayor Dedi Hasibuan. Kompol Fathir kemudian ingin menjelaskan lebih lanjut terkait proses penyidikan perkara.
Namun demikian, Mayor Dedi langsung memotongnya dengan nada keras dan tetap agar tersangka ARH harus ditangguhkan. "Saya sudah paham pak aturan seperti itu. Saya mantan penyidik, jadi saya sudah paham. Yang saya tanyakan kenapa ada diskriminasi?" tanya Mayor Dedi. Kompol Fathir langsung membantah ucapan Mayor Dedi Hasibuan.
Ia mulai menjelaskan perjalanan kasus. Lagi-lagi Mayor Dedi dengan nada keras membantah ucapan Kompol Fathir. Bahkan, Mayor Dedi Hasibuan berulang kali menunjuk Kompol Fathir Mustafa. Dari video yang dilihat, Kasat Reskrim menjelaskan kalau apa yang sudah dilakukan pihaknya sesuai prosedur dan mekanisme hukum. Pihaknya memiliki alat bukti yang cukup untuk menahan ARH yaitu tiga laporan terhadap tersangka.
Kompol Fathir juga menjelaskan, bagaimana jadinya kalau tersangka ditangguhkan sementara pelapor mempertanyakan hal tersebut. Tentunya mereka akan menilai Polrestabes Medan bawah ia yang tidak becus menangani perkara. Meski dijelaskan demikian, Mayor Dedi Hasibuan tetap berkeras agar tersangka ditangguhkan. Mayor Dedi Hasibuan mengaku telah mengajukan surat permohonan penangguhan terhadap tersangka dugaan pemalsuan tandatangan sertifikat tanah milik PTPN itu.
Namun demikian, Mayor Dedi Hasibuan mengaku kesal lantaran permintaannya tak digubris. Ia bercerita mengantar sendiri surat permohonan penangguhan penahanan tersangka. Dedy juga kesal karena sangat sulit bertemu dengan Kompol Fathir.
Bahkan, ia tidak bisa masuk lantaran harus pakai finger dan sudah menekan bel 9 kali. Kemudian, ada staf yang mengatakan Kasat Reskrim sedang tidak berada di tempat. Mayor Dedi Hasibuan juga sempat meyindir, lebih sulit menemui Kompol daripada Presiden RI. "Seorang Kompol susah sekali menemuinya," kata Mayor Dedi.
"Bapak datang tiba-tiba," jawab Kompol Fathir. Perdebatan kembali berlanjut antara Kompol Fathir dengan Mayor Dedi. Ia kemudian menunjuk lantai gedung Mapolrestabes Medan kalau ini merupakan punya negara dan punya rakyat. "Saya punya kantor juga di Kumdam sana, setiap orang mau datang saya terima pak. Enggak ada mempersulit," ujar Mayor Dedi.
"Saya sudah ketemu bapak dan menjelaskan prosedurnya dan sudah saya sampaikan ke Kasat Intel. Oke, kalau bapak memang minta dibantu yang kita lihat proses ada, kita gelar," balas Kompol Fathir. Mayor Dedi Hasibuan kemudian memotong ucapan Kompol Fathir. "Proses hukum tetap berjalan. Tapi hanya konteks ditangguhkan. Kapan nanti mau diperiksa silahkan," katan Mayor Dedi. "Kenapa ditangguhkan LP dan terlapor sama. Hati-hati lho, ini ada apa ini. Sampeyan gimana ini," sambungnya.
Setelah berdebat panas, akhirnya Polrestabes Medan membebaskan ARH tersangka dugaan pemalsuan tanda tangan lahan PTPN II di Kecamatan Percut Seituan tersebut. Terlihat tersangka berinisial ARH keluar dari Mapolrestabes Medan sekitar pukul 19.00 WIB, dengan didampingi seorang pria.
Baca: Puan Ajak Parlemen ASEAN Ciptakan Lingkungan Agar Perempuan Didengar dan Diberdayakan
Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa membenarkan bahwa pria berkaus biru yang baru saja keluar dari gedung Sat Reskrim merupakan tersangka yang penahanannya ditangguhkan. Namun, ia belum menjelaskan secara detail alasan tersangka itu ditangguhkan oleh pihaknya.
"Apakah karena adanya intervensi dari personel Kodam I/Bukit Barisan atau tidak?" tanya wartawan. "Iya benar (dia orangnya)," kata Fathir singkat sambil berjalan. Pengamatan Tribun-medan.com, setelah tersangka itu ditangguhkan penahannya, pluhan personel TNI itu satu per satu meninggalkan Mapolrestabes Medan sekitar pukul 16.00 WIB.