Jakarta, Gesuri.id - Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko memaparkan tentang sejarah dan latar belakang berkembang nya China menjadi negara calon super power dunia saat ini.
Politikus PDI Perjuangan itu mengungkapkan saat dirinya menuntut ilmu di Cambridge University, dia menulis thesis politik luar negeri dan modernisasi militer China.
Baca: Tidak Disiplin New Normal, Putra Khawatir Second Wave Corona
"Saya membaca literatur-literatur klasik & modern oleh & tentangnya (China). Buku strategi Sun Tzu hingga cerita-cerita silatnya yang saya baca dulu membantu saya memahami cara berpikir mereka," ujar Budiman.
Budiman mengungkapkan, China dibakar amarah untuk segera keluar dari abad yang memalukan bagi mereka, sebagai bangsa yang menjadi "bancakan" negara-negara penjajah dari Barat dan Jepang. Saat mereka merumuskan Comprehensive National Power sebagai tolok ukur membangun negerinya (di luar GNP), mereka sedang mengukur diri dan kekuatan-kekuatan lain dengan utuh.
"Strategi mereka cuma bolak-balik: memperkuat identitas diri dan mengambil apa yg bisa diambil dari Barat. Identitas diri diperkuat & mengambil dari Barat dengan melawan (zaman Mao), atau mencurinya setelah membiarkan Barat main-main ke rumahnya & dia pelajari perilakunya," ujar Budiman.
Budiman melanjutkan, dari Barat, China mengambil semangat republikanisme (Revolusi 1911) dan Marxisme yang berujung lahirnya Republik Rakyat China (RRC) pada1949. Saat itu solusi mengeluarkan China dari kebangkrutan cuma komunisme.
"Sekarang China membaliknya : satu-satunya yang bisa menyelamatkan muka komunisme adalah China," ujar Budiman.
Lalu bagaimana dengan ekonomi China yang sudah masuk ke kapitalisme?
Baca: 'New Normal' Harus Perkuat Kesehatan dan Ekonomi Bersamaan
Budiman menjelaskan, jika kita bisa memahami cara berpikir orang China kuno, kita akan memahami bahwa dalam ilmu Kungfu ada teknik menggunakan tenaga lawan untuk memukul lawan.
"Jangankan menyedot tenaganya lawan, jika memang diperlukan China akan realistis membiarkan sebagian dari dirinya dipakai lawan. Contoh: Hong Kong & Macau dibiarin sepenuhnya kapitalis & Taiwan dibiarin nggantung gak ikut Beijing. Sejauh & selama tak minta cerai, TERSERAH!" ujar Budiman.
Hasilnya, China yang menjadi bancakan penjajah-penjajah Barat pada awal abad ke 20 dan masih 'udik' sampai pertengahan 1980-an, kini sudah jadi calon kuat superpower.
"Bahkan dalam Teknologi kuantum & kecerdasan buatan (bekal jadi penguasa bumi), China sudah pepet-pepetan dengan AS, mirip Marquez pepet-pepetan dengan Doviziosso," ujar Budiman.
Budiman mengungkapkan, China sedang habis-habisan mengaktualisasi potensi manusia-manusianya sampai titik optimum dalam olahraga, seni, sains dan teknologi.
"Dulu cuma bisa melihat skill seperti ini di film-film kungfu dan aku mengira itu penggambaran berlebihan yang fiktif. Nyatanya mereka (China) ya seperti ini dari dulu," ujar Budiman.
Dan Budiman menyatakan, rahasia China dalam mengembangkan diri menjadi calon super power itu adalah percaya pada kuantitas diri dan percaya pada kualitas strategi.
Pada zaman kuno, lanjut Budiman, orang-orang China percaya pada hapalan (cara belajar ala Konghucu untuk jadi pegawai). Kemudian Marxisme mengenalkan mereka pada dialektika, dan sains teknologi mengenalkan mereka pada masa depan tanpa batas.
"Jika di awal abad ke 20 Jepang dengan 1 kali gebrakan Restorasi Kaisar Meiji, China butuh 2 gebrakan oleh Mao (menghajar feodalisme) & Deng (membangun rasionalitas). Negara yang mau jadi besar harus punya pemimpin-pemimpin yang grande visinya & mampu membangkitkan rakyatnya," ujar Budiman.