Tangsel, Gesuri.id - Sekretaris Badiklatcab PDI Perjuangan Tangsel Tika D. Pangastuti menilai kejadian di Stadion Kanjuruhan tidak hanya cukup dengan evaluasi saja.
Namun harus ada langkah kongkrit dari pihak terkait karena insiden ini tak hanya melibatkan supporter orang dewasa, namun juga terdapat korban anak-anak yang masih berusia belasan tahun.
Baca: Bintang Pantau Penanganan Anak Korban Tragedi Kanjuruhan
Tika juga turut mempertanyakan bagaimana standar prosedur keamanan yang diterapkan untuk anak-anak ketika memasuki area dalam stadion.
Dengan prosedur keamanan yang tertata jelas dapat dijadikan panduan untuk melindungi anak pada saat menyaksikan pertandingan secara langsung.
“Tentunya ini bukan hal yang main-main, mengingat keselamatan anak menjadi salah satu kewajiban bagi Negara untuk melindungi Hak anak sesuai pasal UU perlindungan anak disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Media massa, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”, ungkap Tika.
“Dan sesuai dengan amanat Undang-undang perlindungan anak No 35 tahun 2014 pasal 1 menyatakan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” pangkas perempuan yang juga menjabat sebagai ketua Relawan Teman Ibu Kawan Anak (R-TIKA) itu.
Baca: Ganjar Dorong Evaluasi Besar-besaran di Sepakbola Nasional
Tika pun mendukung langkah yang dilakukan Pemerintah bersama DPR RI dalam membentuk Tim Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan, agar kasus ini dapat diusut tuntas dengan mencari pihak yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa ini.
Perlu diketahui tragedi Kanjuruhan saat ini menempati urutan tiga besar bencana sepak bola' setelah mimpi buruk yang terjadi di Lima, Peru pada 1964 silam dan Ghana pada 2001 lalu.
Jumlah korban yang banyak itu pun sama-sama diduga akibat penggunaan gas air mata di dalam stadion yang digunakan aparat untuk membubarkan massa.