Ikuti Kami

Tim Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sampaikan Eksepsi

Mereka menilai KPK telah menyalahgunakan kewenangannya bahkan sejak proses penyelidikan. 

Tim Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Sampaikan Eksepsi
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Jakarta, Gesuri.id - Tim kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membacakan nota keberatan atau eksepsi untuk dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3). 

Dalam uraian keberatan eksepsi berjudul 'Menolak Pembungkaman Politik dengan Dalih Pemberantasan Korupsi' setebal 131 halaman, mereka menilai KPK telah menyalahgunakan kewenangannya bahkan sejak proses penyelidikan. 

Tim kuasa hukum menyebut surat penyelidikan dalam kasus ini yang ditandatangani Ketua KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo pada 20 Desember 2019 sebagai dasar dianggap tidak sah dan bentuk penyalahgunaan wewenang. sebab, pimpinan KPK tak lagi punya kewenangan sebagai penyelidik, penyidik, maupun penuntut umum setelah UU KPK direvisi menjadi UU 19 Nomor Tahun 2019.

Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029

Demikian pula dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 yang ditandatangani Ketua KPK Setyo Budiyanto dianggap harusnya dianggap tak sah. Sebab, tanda tangan dibubuhkan oleh pejabat yang tidak memiliki kewenangan sesuai undang-undang.

"Maka hal tersebut berkonsekuensi pada tidak sahnya proses lebih lanjut, yaitu penuntutan hingga pemeriksaan di persidangan," ungkap tim kuasa hukum Hasto lainnya, Annisa Eka Fitria Ismail dalam persidangan.

Selain itu, tindakan penyidikan dan penuntutan terhadap Hasto dianggap bertentangan dengan KUHAP dan prinsi Due Process of Law. "Menjadi pertanyaan apakah KPK dapat melakukan pengembangan penyidikan tanpa didahului proses penyelidikan?" ujar Annisa.

Annisa dalam persidangan itu juga menyinggung Putusan Perkara Nomor Nomor 18/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst atas nama Saeful Bahri. Menurutnya, Hasto tidak pernah dinyatakan sebagai pelaku yang bersama-sama dengan Saeful Bahri dan Harun Masiku melakukan tindak pidana suap.

Begitu juga dalam Putusan Nomor 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Jkt. Pst atas nama Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina selaku penerima suap. Keduanya, sambung Annisa, juga tidak pernah menerima sesuatu hadiah/janji dari terdakwa.

“Tim kuasa hukum menilai dakwaan penuntut umum tidak disusun berdasarkan berkas perkara secara utuh. Bahkan, pemanggilan 13 orang saksi yang berasal dari penyidik maupun eks penyidik KPK dianggap tak bisa dikategorikan sebagai saksi verbalisan dan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-VIII/2010 dan sarat akan konflik kepentingan”, ujar Rasyid Ridho, Penasihat Hukum Hasto Kristianto.

"Terdakwa ditetapkan sebagai tersangka pada tahapan penyidikan tanpa dipanggil dan diperiksa sebagai calon tersangka sehingga bertentangan dengan putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014 tanggal 28 April," kata tim kuasa hukum Hasto lainnya, Febri Diansyah.

Lewat eksepsi ini, tim penasihat hukum Erna Ratnaningsih juga menyinggung pelanggaran hak asasi yang harusnya dijamin dalam Pasal 65 Jo. Pasal 116 Ayat (3) dan (4) KUHAP. Salah satunya berkaitan dengan Ahli yang meringankan di tahap penyidikan yang diajukan pada 4 Maret.

KPK disebut telah mengabaikan hak terdakwa untuk menghadirkan ahli yang meringankan setelah melimpahkan berkas ke tahap penuntutan pada Kamis, 6 Maret. Padahal, sesuai Putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010 telah menegaskan penegak hukum berkewajiban mengakomodir menghadirkan ahli yang meringankan dalam  proses penyidikan.

Berikutnya, dalam uraian keberatan tim hukum Hasto juga menyinggung jaksa penuntut umum telah keliru menafsirkan perintangan proses peradilan sesuai yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor. 

Dakwaan juga dianggap tidak cermat karena mangabaikan prinsip penyertaan mutlak perlu (noodzakelijke deelneming) pada delik suap atau delik suap berpasangan. "Tidak jelas siapa penerima suap dalam perkara terdakwa karena dalam kasus Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina nama terdakwa tidak pernah disebut sebagai pemberi suap," ungkap tim kuasa hukum Hasto lainnya, Erna Ratnaningsih dalam persidangan.

Baca: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional

Kemudian, eksepsi ini juga menyebut dakwaan disusun tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Sebab, tidak menegaskan penyertaan; salah menyebut yang harusnya Pasal 65 Ayat (1) KUHP menjadi Pasal 65 Ayat (1) KUHAP; tidak jelas karena keliru menerapkan concurcus realis Pasal 65 Ayat (1) KUHP; serta tidak jelas dan tidak lengkap karena disusun berdasarkan opini dan asumsi penuntut umum.

Selain itu, penerapan pasal 21 UU Tipikor atau perintangan penyidikan dianggap oleh tim hukum Hasto adalah sesuatu yang salah. "Karena menguraikan perbuatan terdakwa pada saat proses penyelidikan terhadap Harun Masiku," ungkap Duke Arie yang juga jadi tim kuasa hukum Hasto.

Terhadap segala keberatan ini tim kuasa hukum minta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta bisa melihat permasalahan secara komperhensif. "Dan tidak terburu-buru serta bijak agar dapat menemukan fakta yang sebenarnya pada perkara terdakwa," ungkap tim kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail.

"Kami juga selaku kuasa hukum memohon kepada Yang Mulia Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya," tutur pengacara tersebut. 

Quote