Ikuti Kami

Usman Hamid: Kasus Yos Suprapto Jadi Peringatan Kebebasan Berekspresi Dalam Kondisi Bahaya

Di dunia, pemberedelan karya seni sebagai ekspresi artistik terjadi di negara-negara totaliter, setidak-tidaknya di negara otoriter.

Usman Hamid: Kasus Yos Suprapto Jadi Peringatan Kebebasan Berekspresi Dalam Kondisi Bahaya
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.

Jakarta, Gesuri.id - Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid angkat bicara ihwal batalnya secara tiba-tiba pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” yang sedianya digelar pada Kamis (19/12/2024).

Usman menjelaskan, di dalam hak Asasi Manusia, setiap orang di semua negara, wajib dilindungi haknya untuk mencari informasi, menyebar informasi, dan gagasan-gagasannya lewat berbagai medium, baik secara visual, verbal atau medium lainnya, termasuk karya seni.

"Khusus untuk karya seni, di dalam literatur hak asasi manusia itu disebut kebebasan artistik, kebebasan berkesenian. Karena dia kebebasan artistik, maka dia sebenarnya jauh dari ranah yang dibayangkan bagai alasan-alasan pembredelan," kata Usman dalam diskusi bertajuk 'Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan' yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).

Dia menyebut, pada umumnya di dunia, pemberedelan karya seni sebagai ekspresi artistik terjadi di negara-negara totaliter, setidak-tidaknya di negara otoriter.

"Ada tiga penyebab biasanya kenapa lukisan misalnya disensor di negara-negara otoriter. Yang pertama, itu karena mengganggu stabilitas politik. Yang kedua, karena mengganggu norma agama. Dan yang ketiga, karena mengganggu norma sosial," ujarnya.

Dalam banyak kasus, seperti di Indonesia di masa Orde Baru, Usman menyatakan bahwa kebanyakan penyensoran karya seni terjadi karena alasan-alasan norma politik atau stabilitas politik. 

"Jadi ketika kabar lukisan Mas Yos Suprapto diminta dicabut, maka saya langsung terbayang jangan-jangan ada kritik politik di dalamnya," tuturnya.

Dalam kasus Yos Suprapto, Usman menduga masalah pembatalan pameran itu terjadi berkaitan dengan tema sentral yang diangkat, yakni tanah dan kedaulatan pangan.

Ia melihat, lukisan milik Yos Suprapto ini menjadi semacam penjembatan atau lidah dari masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang haus dengan tanah, lapar tanah, dan tidak ramah lingkungan.

"Nah sampai di titik ini, sebenarnya ekspresi artistiknya Yos bukan sekadar ekspresi keindahan seni, tapi sesuatu yang bersifat etik. Jadi bukan lagi artistik, bukan lagi estetik, tapi sudah masuk dalam dimensi etik dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat," ujar Usman.

Usman coba menyimpulkan, jika ada kritik dari Yos Suprapto tentang negara ini yang tidak beretika di dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat tidak mempunyai kedaulatan atas tanahnya itu. 

"Jadi, keresahan masyarakat itu berhasil diserap oleh Yos, termasuk dinamika politik. Dinamika politik antarpartai, antarpelaku politik itu. Saya kira dengan, bukan hanya artistik, estetik, tapi juga beretika di dalam konteks kebebasan berekspresi," ungkapnya.

"Saya kira ini peringatan buat masyarakat kita, bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan bahaya," tutup Usman menutup paparannya.

Quote