Ikuti Kami

WNI Yang Pro Pancasila Menurun? My Esti: Akibat Hilangnya..

Hasil Survei Lingkaran Survei Indonesia, terjadi penurunan hingga 10 persen jumlah masyarakat Indonesia yang pro Pancasila.

WNI Yang Pro Pancasila Menurun? My Esti: Akibat Hilangnya..
Anggota Komisi X DPR RI dalam Kongres V Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan My Esti Wijayati.

Yogyakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI dalam Kongres V Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan My Esti Wijayati mencatat berdasarkan hasil Survei Lingkaran Survei Indonesia, terjadi penurunan hingga 10 persen jumlah masyarakat Indonesia yang pro Pancasila dari tahun 2005 hingga 2018.

Baca: AHY Temui Anies Melobi Pilpres 2024? Terlalu Prematur!

"Penurunan ini tidak boleh dianggap sepele ataupun diabaikan," kata My Esti Wijayati di ruang Balai Senat UGM, Jumat (7/5).

Pendidikan Pancasila sejak era reformasi 1998 tidak lagi menjadi menjadi bahan ingatan publik apalagi menjadi diskursus publik. Bahkan pada UU Nomor  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dalam pembahasan kurikulum tidak ada kewajiban adanya pemberian pendidikan Pancasila. 

Absennya mata pelajaran Pancasila pada anak-anak usia sekolah dari tingkat PAUD, SD, SMP, hingga SMA termasuk tiadanya mata kuliah pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi disinyalir menjadi penyebab menurunya jumlah masyarakat yang pro Pancasila.

Lebih lanjut, menurut Esti, penurunan jumlah masyarakat Indonesia yang pro Pancasila disebabkan akibat tidak adanya lagi pemberian mata pelajaran Pancasila di sekolah dan lingkungan kampus yang diganti dengan pendidikan kewarganegaraan. 

"Saya harap ada dukungan penuh dari kampus dalam pembuatan  peta jalan pendidikan yang akan selesai tahun 2021 ini serta perubahan UU sisdiknas tidak hanya soal kurikulum, namun soal dosen dan guru yang selama ini tumpang tindih dengan UU lainnya," kata Politisi PDI Perjuangan itu.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan pendidikan nasional kita saat ini dihadapkan pada tantangan serius dengan lahirnya PP Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan ini mendapat reaksi keras dari masyarakat karena menghilangkan Pancasila dan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib. "Mispersepsi ini segera diluruskan oleh pemerintah," katanya.

Ia menyarankan agar tidak terjadi hal semacam ini, setiap ada peraturan pemerintah perlu dilakukan pencermatan dan tingkat partisipasi publik. Selain merevisi PP tersebut ia sepakat revisi UU No 20 tahun 2003 sebagai payung rujukan PP yang menjadi turunannya. Apalagi UU sisdiknas hanya memuat nomenklatur Pendidikan Kewarganegaraan bukan pendidikan Pancasila.

Baca: Arteria: Permenperin No.3/2021 Mesin Jagal Industri Mamin!

Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang menyebutkan selama 18 tahun belakangan ini sejak UU Nomor 20 tahun 2003 telah menyebabkan dihapusnya pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib. "Banyak sekolah tidak lagi mengajarkan Pancasila. Akibatnya, hasil survei Alvara Research Group tahun 2018 menyebutkan sekitar 19 persen ASN yang menyatakan anti pancasila. Bahkan Menteri Pertahanan tahun 2019 menyebutkan 23,4 persen mahasiswa Indonesia terpapar radikalisme anti pancasila dan UUD 1945," katanya.

Selain menjadikan pendidikan Pancasila tidak hanya menjadi mata pelajaran wajib di Sekolah dan mata kuliah wajib di Kampus namun kajian teologis tentang pancasila menjadi jadi filsafat keilmuan sangat mendesak dilakukan. Dilansir dari republika.

Quote