Jakarta, Gesuri.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengingatkan korporasi rawan disalahgunakan untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal ini seperti terjadi pada skandal kasus Panama Papers dan Bank Century.
Baca: Diah Khawatir Travel Diputus Pailit tapi Uang tak Kembali
“Namun, risiko ini dapat dikurangi secara signifikan jika informasi mengenai Legal Owner dan Beneficial Ownership (BO), sumber aset, serta aktivitas Korporasi tersedia bagi pihak berwenang,” kata Yasonna di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
Yasonna menyampaikan, informasi Legal Ownership dan BO dapat membantu penegak hukum dan otoritas berwenang lainnya untuk mengidentifikasi orang-orang yang bertanggung jawab atas aktivitas korporasi.
Informasi tersebut juga memungkinkan pihak berwenang untuk mengikuti aliran uang dalam penyelidikan keuangan yang melibatkan rekening maupun aset tersangka, yang menggunakan korporasi sebagai kendaraan pencucian uang.
“Tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor,” ujar politikus PDI Perjuangan ini.
Untuk mengantisipasi hal itu, lanjut Yasonna, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan 40 Recommendations.
Menurutnya, pada 27 Juni Kemenkumham telah berhasil mengundangkan peraturan turunan dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018, yakni Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.
Baca: Masinton Harapkan Korban First Travel Diberi Kelegaan
Permenkumham tersebut diundangkan agar dapat menjadi panduan bagi korporasi untuk dapat mengidentifikasi dan memverifikasi siapa saja pemilik manfaat yang terdapat dalam korporasinya.
“Serta bagaimana korporasi dapat menyampaikan informasi tentang data pemilik manfaat kepada Instansi berwenang yang dalam hal ini adalah Kemenkumham,” jelasnya.