Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi V DPR RI fraksi PDI Perjuangan Yasti Soepredjo Mokoagow mengusulkan membuat panitia kerja (panja) guna menagih pengembang untuk membangun hunian berimbang sebagai salah satu cara agar Program 3 Juta Rumah bisa terlaksana sekaligus menjalankan amanat Undang-undang.
Yasti mengakui sempat meragukan Program 3 Juta Rumah dapat berjalan mengingat anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang terbatas.
Ia menilai, program tersebut bisa saja dilakukan tahun ini asalkan ada pemikiran yang visioner dari Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara).
Yasti juga mempertanyakan apakah Ara sudah mempelajari UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah susun perihal hunian berimbang.
Menurut Yasti, dengan menagih pengembang untuk membuat hunian berimbang dapat mempercepat realisasi Program 3 Juta Rumah tanpa membebani APBN.
Hunian berimbang merupakan perumahan atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
Pembangunan hunian berimbang ini boleh tidak dilakukan di kawasan yang sama, asalkan masih dalam satu provinsi. Pada PP Nomor 12 tahun 2021, tertuang komposisi hunian berimbang berupa:
- Pembangunan satu rumah mewah berbanding paling sedikit dua rumah menengah dan berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana
- Pembangunan satu rumah mewah berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana; atau
- Pembangunan dua rumah menengah berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana
"Kalau kita menagih itu Pak Ketua, seharusnya mulai dari 2011, katakanlah 2012 efektif undang-undang itu berlaku, kita bisa lihat berapa juta rumah mewah, berapa juta rumah menengah yang sudah dibangun oleh pengembang komersial dan itu adalah kewajiban dari pada pengembang. Ini harus kita tagih," katanya dalam rapat kerja Komisi V DPR RI dengan pemerintah, dikutip Minggu (20/4), dilansir www.detik.com.
"Pak Ketua, saya mengusulkan kita harus membentuk panja untuk kita datangi semua pengembang-pengembang," tambahnya.
Yasti menuturkan, amanat undang-undang tersebut harus dilaksanakan. Sebab, jika tidak dilaksanakan bisa terjerat sanksi pidana. Maka dari itu, pihaknya juga harus mengawasi dengan ketat pelaksanaan amanat tersebut apalagi saat ini fiskal negara sedang cekak.
"Saya betul-betul berharap ketua, setelah ini kita harus bentuk panja dan kita harus memaksimalkan semua pengembang-pengembang melaksanakan kewajibannya seperti yang termaktub di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun," tegasnya.
Di penghujung rapat, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, sedikit menyinggung usulan Yasti. Ia menyetujui usulan Yasti untuk membuat panja guna menagih pengembang untuk membangun hunian berimbang.
Menurutnya, dengan pembuatan panja ini akan membantu Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk menagih pengembang dalam menunaikan kewajibannya yaitu membangun hunian berimbang.
"Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-undang Rumah Susun Pak, memang mengisyaratkan kewajiban pengembang. Jadi kalau kita hitung dari mulai terbitnya undang-undang ini sampai hari ini, jangan-jangan ini ada lebih dari 3 juta rumah Pak utang pengembang kepada negara. Nah kita, saya setuju nih kita bentuk panja soal ini ya. Baik, karena itu kita tagih hak pengembang kepada negara kepada rakyat maksudnya ya," ujarnya.
Keadaan rapat sempat memanas ketika Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) mencoba untuk memberikan tanggapan terkait hunian berimbang. Ia mempertanyakan Yasti yang pada tahun 2011 sempat menjadi Ketua Komisi V DPR namun tidak menagih pengembang terkait pembangunan hunian berimbang.
Belum sempat menjawab, Lasarus langsung menengahinya dan mengatakan, "Rapat (soal hunian berimbang) nanti ada arenanya tersendiri ya. Setuju kawan-kawan ya?"
Ara masih mencoba untuk menjawab mengenai hunian berimbang, namun Lasarus menghentikannya dengan alasan rapat kali ini bukan hanya rapat dengan salah satu kementerian saja tetapi dengan beberapa kementerian dan lembaga.
Anggota Komisi V pun menyarankan agar Ara memberikan jawaban tertulis saja.