Jakarta, Gesuri.id - Politisi milenial PDI Perjuangan, Abraham Garuda Laksono mengatakan, bahwa melalui mekanisme demokrasi rakyat butuh pemimpin berkelas dan berkualitas. Karena itu rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin terbaik melalui rekrutmen calon pemimpin di Pemilu sebagai bentuk kedaulatan rakyat.
Kendati dalam Pemilu, rakyat kerap disuguhkan berbagai pilihan calon pemimpin melalui slogan dan gambar terpampang di baliho-baliho besar di pingir jalan. Alih-alih untuk merebut hati rakyat agar mau mencoblos sang calon di bilik suara.
Rakyat hanya melirik baliho para calon pemimpin berjejer di kiri-kanan jalan itu. Padahal calon-calon di baliho juga nampak menghibur tersenyum sepintas. Namun tadi, rakyat hanya melintas, karena merasa sudah terlalu lelah.
Rakyat malah menganggap baliho-baliho itu tak memberi makna dan bukanlah jawaban. Baliho hanya kelemahan bagi mereka yang tak mampu menyentuh hati, tegas rakyat katanya.
Abraham melihat fenomena baliho di setiap Pemilu itu sebagai keniscayaan dalam kompetisi politik yang ketat dari sistem suara terbayak. Untuk menjadi terpilih dalam Pemilu, menebar baliho merupakan strategi propaganda dan kampanye agar dikenal dan rakyat mau memilih.
Tapi ternyata, kata dia, rakyat tak membutuhkannya. Baliho-baliho itu dianggap tak mampu menciptakan perubahan, tak mengubah pandangan. Hanya pemborosan ruang dan bahan saja.
“Senyum dan slogan di baliho itu sebetulnya adalah sebuah pesan,” ungkapnya, belum lama ini.
Namun telah mengesankan bagi rakyat menjadi tak bermanfaat.
“Karena rakyat butuh didengar suaranya dan diperhatikan,” imbuhnya.
Soal pemimpin, Abraham berpandangan bahwa kepemimpinan adalah sebuah sifat dasar yang dimiliki setiap manusia.
Namun, untuk menumbuhkan sifat kepemimpinan yang kuat, tidak mudah. Walau setiap orang diciptakan sebagai pemimpin.
Pemimpin tidak dilahirkan, tapi melalui proses penerpaanlah seorang pemimpin itu lahir.
Dia mengutip pepatah ‘pelaut yang hebat tidak terlahir dari laut yang tenang. Tapi lahir dari laut yang penuh dengan ombak dan badai’.
Karenanya saat terpilih oleh rakyat pada Pemilu 2024 lalu. Bagi Abraham itu awal perjuangan masuk ‘Kawah Candradimuka’ untuk terlahir menjadi seorang pemimpin sejati.
Memang bakat kepemimpinan pemuda penggiat sosial budaya itu tidak diragukan lagi.
Dia memiliki trah darah pemimpin yang kental mengalir dalam dirinya.
Sang kakek adalah seorang pemimpin, pernah jadi wakil rakyat di Sukoharjo dan Solo dari PNI pada zamannya.
Sementara ayahnya yaitu Ananta Wahana, di Banten merupakan politisi senior dari PDI Perjuangan. Setidaknya lima kali tercatat berkiprah di lembaga wakil rakyat.
“Tentu akan terus saya ikhtiarkan untuk menjawab keinginan rakyat. Ini soal integritas dan responsibility untuk memperkuat pondasi kepercayaan,” ucapnya.
Begitulah Abraham, dedikasinya untuk memperjuangkan nasib rakyat lewat jalur politik telah mengesankan kepemimpinan berkelas dan berkualitas.
Bukan sekedar slogan dan senyuman di baliho saat kampanye. Yang hilang lenyap terbawa angin lalu.