Jakarta, Gesuri.id - Calon Gubernur NTT nomor urut 1 Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengatakan NTT adalah propinsi termiskin keempat di Indonesia yang memang membutuhkan bantuan pusat untuk bisa membangun. Kemampuan fiskal NTT dapat dikatakan sangat terbatas.
Melihat postur APBD NTT 2024 misalnya, pendapatan daerah tercatat sebesar Rp 5,164 triliun. Dari nominal tersebut, sebanyak Rp 1,773 triliun berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Rp 3,388 triliun dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat (PTPP), dan Rp 2,55 miliar berasal dari pendapatan hibah.
PTPP yang digunakan untuk membayar kebutuhan gaji pegawai dan sejumlah program infrastruktur yang masuk dalam Dana Alokasi Khusus (DAK). Artinya, 67% APBD NTT berasal dari pusat, sementara kemampuan mandiri NTT melalui PAD hanya sekitar 33%. Padahal, untuk mengeluarkan NTT dari tingkat kemiskinan ekstrim, propinsi dengan jumlah penduduk 5,6 juta jiwa ini membutuhkan dana yang besar untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
BaCa: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
"NTT memang membutuhkan bantuan dari pusat. Akan tetapi, kita harus memiliki kiat inovatif dan kreatif membangun kemandirian agar dapat memaksimalkan pembangunan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat NTT. Dengan itu, NTT juga bisa mandiri, berdaya, dan memiliki harga diri untuk tidak sepenuhnya bergantung dari Jakarta,” ujar Ansy Lema, Jumat pekan lalu.
Untuk bisa membangun kemandirian, satu-satunya calon gubernur yang berpasangan dengan pjane menjelaskan, gubernur harus memiliki langkah-langkah terobosan yang inovatif.
Sebagai pemimpin, gubernur harus mencari instrumen-instrumen pembiayaan non-APBD yang berasal dari Civil Society Organization (CSO) atau Non-Governmental Organization (NGO), serta kerja sama pihak ketiga dengan skema Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga (KSDPK) dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta (KPBU).
BaCa: Ganjar Pranowo: Dari Pengacara hingga Gubernur
“NTT memiliki potensi yang luar biasa. Kuncinya adalah pada pemimpin. Jika pemimpin memiliki inovasi dan daya dobrak untuk cari uang dan bawa investor masuk ke NTT, NTT akan berdaya. Kita tidak bisa selalu menyorongkan tangan untuk bisa mendapat bantuan dari pusat,” terang mantan Anggota DPR RI ini.
Ansy Lema mengakui bahwa faktor kunci agar investor bisa masuk ke NTT, baik NGO ataupun sektor swasta adalah adanya birokrasi yang bersih dari praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Investor tidak akan mau menanamkan modalnya di Tanah Flobamora apabila tata kelola pemerintahannya kotor dan banyak terjadi pungutan liar (pungli).
“Iklim investasi yang sehat dan kondusif adalah syarat investor mau taruh uangnya di sini. Saya dan Jane memiliki komitmen yang tinggi untuk melakukan tata kelola reformasi birokrasi yang bersih dari KKN dan konflik kepentingan,” ujar dia mantap.