Ikuti Kami

Banteng Kebumen Tegaskan Putusan MK soal Netralitas Aparat Bersifat Final dan Mengikat

Ketua DPC PDI Perjuangan Kebumen Saiful Hadi menyampaikan, putusan MK merupakan final dan mengikat.

Banteng Kebumen Tegaskan Putusan MK soal Netralitas Aparat Bersifat Final dan Mengikat

Kebumen, Gesuri.id - DPC PDI Perjuangan Kebumen mengingatkan pentingnya anggota TNI/Polri menjaga netralitas dalam Pilkada 2024 serentak. Hal ini telah dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXIL-2084. Di mana MK telah mengabulakan Judicial Review atas Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015. 

Ketua DPC PDI Perjuangan Kebumen Saiful Hadi menyampaikan, putusan MK merupakan final dan mengikat. Dia mengingatkan bahwa ada sanksi pidana jika anggota TNI/Polri terbukti melakukan pelanggaran terkait pasal tersebut. 

"Kami akan mengawal. Bila terdapat dugaan kecurangan, kami akan mengumpulkan bukti jika ada dugaan pelanggaran. Intinya kami siap mengawal putusan MK," jelas Saiful, Selasa (19/11).

Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 ini menegaskan seluruh aparat baik itu TNI/Polri harus tunduk dan patuh terhadap putusan MK. Selain itu, dia mengajak kepada masyarakat agar tidak takut melaporkan segala bentuk dugaan pelanggaran terkait Pilkada 2024. 

"Jangan takut, jangan gentar! Semua dugaan pelanggaran harus ditindak. Rekam dan foto ketika terjadi hal yang dianggap itu melanggar. Kami siapkan tim hukum terkait hal tersebut," tandasnya.

Saiful menjelaskan, pada 14 November 2024 MK telah mengeluarkan keputusan terkait Judicial Review atas Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Di mana dalam pasal tersebut telah dimasukkan frasa larangan bagi pejabat daerah dan anggota TNI/Polri cawe-cawe dalam Pilkada. 

"Mari hargai putusan tersebut. Kami di PDI Perjuangan Kebumen siap mengawal putusan MK," jelasnya.

Intinya, beber Saiful, dalam putusan MK tersebut setiap pejabat negara, pejabat daerah, anggota TNI/Polri, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000. 

"Klausul Pasal sudah sangat jelas. Jangan ciderai pesta demokrasi ini dengan melanggar putusan MK," tandasnya.

Quote