Ikuti Kami

Bawaslu Gelar PSU di 2 TPS di Surabaya

Hal ini menyusul tuduhan penggelembungan suara di Kota Surabya.

Bawaslu Gelar PSU di 2 TPS di Surabaya
Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari.

Jakarta, Gesuri.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasian dua Tempat Pemugutan Suara (TPS) di Surabaya, Jawa Timur untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU). 

Hal ini merupakan buntut dari adanya laporan kecurangan berupa penggelembungan suara yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di sejumlah TPS saat penghitungan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 beberapa waktu lalu.

Baca: Tuduhan Curang di Surabaya Efek Kaget PDI Perjuangan Berjaya

Hal tersebut dibenarkan oleh politisi PDI Perjuangan sekaligus calon anggota legislatif (caleg) petahana daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur VI, Eva Kusuma Sundari. 

"Diputuskan coblos ulang di dua TPS yang ditemukan dugaan kasus (kecurangan). Awalnya mau coblos ulang semua, alhamdulillah cuma dua TPS," ungap Eva saat dihibungi, Selasa (23/4).

Mengenai tuduhan kecurangan yang dilakukan PDI Perjuangan, Eva mengaku tak terlalu mengetahui apa penyebab pastinya. Namun dia menegaskan segala macam tudingan miring kepada partainya sudah diselesaikan melalui PSU sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Tuduhan sudah diselesaikan melalui coblos ulang, sesuai dengan undang-undang Pemilu, melalui rekomendasi Bawaslu. Jadi searang masing-masing pihak membuktikan diri siapa pemenang sebenarnya," ujar Eva.

Dari hasil pengawasan Bawaslu, mereka memang telah merekomendasikan PSU di dua kecamatan di Kota Surabaya. 

Ketua KPU Surabaya, Nur Syamsi menyebut dua TPS itu terdapat di TPS nomor 28 Kelurahan Rungkut Menanggal, Kecamatan Gunung Anyar, dan TPS nomor 11 Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri.

Nur Syamsi membenarkan jika Bawaslu merekomendasikan hal tersebut setelah melihat adanya sejumlah pelanggaran pemilu saat pemungutan suara berlangsung. Dia lantas mencontohkannya di TPS 28 Rungkut Menanggal yang ditemukan enam pemilih yang mencoblis padahal tidak tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun mendaftar dengan menggunakan formulir A5.

"Sementara Di TPS nomor 11 Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, pemilih dengan formulir A5 mendapatkan 5 surat suara," ujarnya.

Nur Syamsi mengatakan PSU di dua TPS di Kota Surabaya itu akan dilaksanakan pada tanggal 27 April 2019. Hal itu sudah dituangkan ke dalam SK KPU.

Adapun PSU yang digelar di dua TPS tersebut tidak untuk seluruh jenis pemilihan. Misalnya di TPS 28 Rungkut Menanggal, PSU dilakukan untuk semua pemilihan kecuali pemilihan Kabupaten/Kota. Sedangkan TPS 11 Lidah Kulon hanya untuk semua jenis pemilihan legislatif seperti DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Baca: Jadi Pendatang Baru, Tina Toon Lolos ke DPRD Jakarta

PKB Tuduh PDI Perjuangan Curang

Sebelumnya, ada lima partai politik dan satu caleg di Kota Surabaya yang melapor pada Bawaslu terkait adanya kecurangan berupa penggelembungan suara di ratusan TPS saat penghitungan suara Pemilu 2019 beberapa waktu lalu. Lima parpol tersebut adalah DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Surabaya, DPC Partai Gerindra Surabaya, DPC Partai Hanura Surabaya, DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Surabaya, DPD Partai Keadilan Sejahtera ( PKS), dan caleg DPR RI dari Partai Golkar Abraham Sridjaja.

Menurut Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Surabaya, Musyafak Rouf, dari laporan saksi atas bukti dokumen C1, telah ditemukan adanya dugaan pelanggaran Pemilu 2019 berupa penggelembungan perolehan suara sah oleh partai peserta pemilu tertentu. Selain itu, terjadi pula pengurangan perolehan suara sah oleh partai peserta pemilu tertentu, kesalahan dalam penjumlahan atau rekapitulasi suara sah, jumlah suara keseluruhan melebihi jumlah DPT, dan perbedaan data hasil penghitungan suara antara C1 Plano dan salinan dokumen C1.

Musyafak mengatakan kecurangan tersebut terjadi di hampir seluruh TPS di Kota Surabaya. Dia menilai, hal tersebut bisa terjadi dengan adanya bantuan dari penyelenggara pemilu di TPS.

"Misalnya ada ketidakcocokan data di TPS 97 Kelurahan Patemon, Kecamatan Sawahan. Harusnya di sana PDIP hanya mendapat 26 suara tapi ditulis 88 suara. Penggelembungan suaranya macam-macam, rata-rata antara kisaran 20 sampai 30 suara per TPS," ujarnya, Senin.

Atas adanya kecurangan tersebut, Musyafak menyebut suara PKB di beberapa TPS mejadi tak sesuai. Dia bahkan mengaku memiliki bukti pelanggaran pemilu tersebut. Seperti di TPS 08 Kelurahan Karah, Surabaya, dia mengatakan jumlah suara sah PKB di sana berdasaran plano seharunya berjumlah 36 suara, namun saat direkap hanya ditulis enam suara saja.

"Kecurangan ada di 35 persen TPS di Surabaya. Di Surabaya sendiri ada total 8.146 TPS. Kami menemukan 35 persen form C1 salah hitung. Sementara 11 persen form C1 tidak wajar," ungkapnya.

Akibatnya, beberapa partai politik peserta pemilu dan Caleg DPRD Kota Surabaya, DPRD Jatim serta DPR RI yang ada di Dapil Kota Surabaya menjadi korban, atas dugaan kecurangan atau pelanggaran pemilu tersebut.

Musyafak menyebut daftar Form C1 yang salah hitung untuk tingkat DPRD Surabaya ada di 90 TPS yang tersebar di Daerah Pemilihan (Dapil) 1, 2 dan 3. Kemudian di tingkat DPRD Jatim untuk Dapil Jatim 1 ada sekitar 117 TPS yang tersebar di Surabaya.

Politisi PKB sekaligus Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Lukman Edy menyebut pihaknya telah menyerahkan masalah tersebut kepada penyelenggara pemilu. Dia yakin jika Bawaslu masih mampu menjalankan tugasnya sebagai pengawas pemilu.

Baca: PDI Perjuangan Kota Surabaya Tantang PKB Tunjukkan Data

"Bawaslu kan secara detail bisa menilai ini tuduhan hanya sekedar klaim, hanya sekeder tuduhan tanpa ada bukti, atau memang dilandasi sebuah bukti-bukti yang kuat," ujar Lukman.

Sedangkan terkait tudingan PKB terhadap PDI Perjuangan yang notabene adalah sesama partai koalisi pengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, dia hanya menegaskan jika masalah itu tidak ada kaitannya dengan Pilpres. Menurut Lukman, kasus lokal seperti yang terjadi di Surabaya itu merupakan dinamika yang biasa terjadi.

"Kita kembalikan ke daerah saja, ini kan kasus lokal. dan kasus lokal ini kan dinamikanya itu berbeda dengan dinamika nasional. Jangankan sesama partai koalisi, satu partai saja bisa saling gugat menggugat," tandasnya.

Quote