Jakarta, Gesuri.id - Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan bekerja sama dengan Paguyuban Wayang Orang Bharata menggelar pentas wayang dengan lakon “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu”.
Baca: Sastra Jendra, Bingkai Moral Agar Tak Tamak Kekuasaan
Lakon ini ditujukan demi merefleksikan wacana penundaan pemilu dan pengingat bagi elite politik untuk setia pada ideologi Pancasila dan Konstitusi. “Skala prioritas saat ini adalah bergotong royong membantu rakyat terutama recovery ekonomi akibat pandemi. Wacana penundaan Pemilu menciptakan persoalan ketata negaraan yang tidak perlu ” ujar Hasto.
Pagelaran itu dilaksanakan di Gedung Pertunjukan Wayang Orang Bharata, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (19/3) malam. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri hadir secara virtual dari kediamannya di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Sementara Sekjen Hasto Kristiyanto hadir langsung untuk membuka acara itu. Acara itu ditayangkan melalui akun Youtube resmi @bknp pdiperjuangan.
Lakon Satra Jendra sengaja dipilih untuk mengingatkan bahwa politik kekuasaan yang dijalankan seluruh anggota dan kader Partai harus dibangun dengan mengedepankan moral, kebenaran, dan juga setia pada tatanan pemerintahan yang baik.
Hasto bercerita bahwa lakon ini menampilkan tokoh Begawan Wisrawa, sosok teruji dan memiliki daya spiritualitas yang begitu tinggi, begitu bijak, dan mampu menjadi pengayom. Namun dalam seluruh keistimewaannya itu, Begawan Wisrawa tetaplah seorang manusia biasa, yang seringkali tidak berdaya oleh bujuk rayu kekuasaan. “Sastra Jendra menjadi bingkai motal untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan,” jelas Hasto.
Sastra Jendra harus dipahami dengan kerendahan hati, penuh kepasrahan, dan dengan kematangan akal budi. “Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tata pemerintahan negara harus dijalankan oleh pemimpin dengan karakter yang sama. Tanpanya Sastra Jendra bisa mendatangkan celaka," kata Hasto.
Pria asal Yogyakarta itu menambahkan, bagi PDI Perjuangan, amandemen konstitusi memang tidak sepenuhnya sempurna mengingat dilakukan pada masa krisis, namun yang terpenting saat ini adalah membantu rakyat, bergerak ke bawah guna mempersiapkan Pemilu Serentak pada tanggal 14 Fwbeuari 2024 yang akan datang.
Lebih lanjut Hasto menambahkan bahwa perubahan mendasar penundaan pemilu, mengingat implikasinya yang sangat luas, dapat dianalogikan pada cerita Sastra Jendra di atas. Atas dasar hal tersebut, seluruh anggota dan kader Partai hendaknya mengingat pesan yang disampaikan Megawati.
"Bahwa dalam menjalankan Pancasila dan Konstitusi yang paling penting adalah spirit penyelenggara pemerintahan untuk mewujudkan negara gotong royong dan mewarisi banyak khasanah kebudayaan yang membuat hidup masyarakat aman, damai dan tentram tanpa diributkan oleh ide-ide yang dari sisi momentum politik sebenarnya sangat tidak tepat,” urai Hasto.
Sebagai warga bangsa, kata Hasto, semua pihak seharusnya mengikuti seluruh aturan, roh dan jiwa Konstitusi. Semua memahami bahwa amandemen I-IV UUD 1945 pada awal 2000-an memang belum sempurna. Namun saat ini, tak tepat jika amandemen dilakukan demi penundaan pemilu.
“Tugas kita di tengah pandemi adalah bergerak satu arah untuk membantu masyarakat Indonesia dengan gotong royong yang dipimpin oleh kader PDI Perjuangan,” tegas Hasto.
Dia berharap pementasan lakon Sastra Jendra ini semakin menyadarkan untuk membangun benteng moral di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk setia pada konstitusi.
“Dan dalam menjalankan konstitusi itu kita diingatkan betapa pentingnya ideologi Pancasila untuk terus menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucap Hasto.
Baca: Ketajaman Panca Indra Para Pemimpin & Pengabdian Bagi Rakyat
"Ibu Megawati mengingatkan bahwa berpolitik itu membangun peradaban. Bahwa politik itu berdiri kokoh pada moral dan jalan kebenaran," tambah Hasto.
Dengan pagelaran ini, PDI Perjuangan sekaligus mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk semakin membangun kesadaran dan mencintai kebudayaan kita sendiri.
“Hanya bangsa yang besar, kokoh, berdiri kepada jati diri dan karakter kebudayaannya dan bukan meniru kebudayaan bangsa lain. Mari dengan menikmati wayang ini kita gelorakan semangat Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan sebagaimana digagas Bung Karno,” pungkas Hasto.