Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPC PDI Perjuangan Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, bercerita diminta untuk menurunkan alat peraga kampanye saat Presiden Joko Widodo akan hadir ke Gunungkidul, Yogyakarta. Endah mengatakan pihaknya tegas menolak permintaan tersebut.
Mulanya, Endah mengatakan peristiwa itu terjadi 29 Januari 2024. Saat itu, kata dia, pihaknya mengalami intimidasi dari aparat yang mengaku sebagai tim pengawal Presiden.
"Karena dua kader kami yang kami tugaskan untuk memasang bendera di seluruh kabupaten diminta menurunkan bendera, dan juga dilarang untuk mengibarkan bendera di area presiden akan melintas, maka kedua kader kami itu menolak," kata Endah di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).
BaCa: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
Endah mengatakan dua pengawal itu lalu bertemu dengannya. Dalam pertemuan itu, kata dia, ada negosiasi dan kesepakatan jika bendera tidak akan diturunkan di lokasi yang dilintasi oleh presiden, tetapi tidak akan ada bendera di lokasi acara Jokowi.
Kemudian, selang 24 menit, Endah mendapatkan pesan dari Kapolres Gunungkidul. Di mana, pesan itu meminta Endah untuk menurunkan bendera PDI Perjuangan
"Jawaban saya sama, seperti dihadapan dua personel tim pengamanan presiden bahwa kami menolak untuk menurunkan bendera, kami sudah adu argumen di lapangan dan dealnya di lokasi kami sepakat nggak ada bendera PDI Perjuangan, tapi lokasi lain kami akan jaga sampai pagi," jelas dia seperti yang dikutip melalui laman detik.com.
Endah kemudian mengumpulkan seluruh satgas dan memberikan arahan untuk mempertahankan bendera PDI Perjuangan.
Mereka lalu melakukan patroli. Namun, Endah lalu diminta untuk menjemput Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani di Bandara Yogyakarta.
Selanjutnya, Endah kembali menerima pesan jika para satgas digeledah saat ikut hadir di acara Jokowi. Padahal saat itu, para satgas tidak menggunakan seragam.
"Saya tanyakan ke satgas, apakah di situ ada pendukung paslon lain? Dijawab ada, bahkan membawa spanduk lebih dari 50 spanduk dibentangkan di pinggir jalan," ujarnya.
Lalu, Endah mengatakan ada relawan yang ditangkap dan dipukuli lantaran membentangkan spanduk Ganjar-Mahfud. Saat itu, kata dia, tidak ada yang menolong relawan itu.
"Katakanlah ada simpatisan yang dianggap bersalah atau membahayakan objek, tetapi tidak untuk dipukuli, dihakimi, karena ini negara Pancasila, ini adalah negara hukum. Silakan ditangkap, tetapi tidak dianiaya," ujarnya.
Endah pun berusaha untuk bernegoisasi melalui Immanuel Apriyanto selaku kader PAC Ponjong. Namun, negoisasi gagal dilakukan. Bahkan, kata Endah, Immanuel diancam ditembak.
"Immanuel telepon bahwa dia diancam akan ditembak. Di situlah emosi saya bangkit yang mulia, saya langsung meluncur kembali Kabupaten Gunungkidul dan saya langsung datang ke lokasi dan anak itu masih ditahan," paparnya.
"Akhirnya yang mulia, kami menegosiasi kepada dua aparat yang melakukan penangkapan tersebut," sambungnya.
BaCa: Mahfud Ceritakan Respons Ganjar Usai Dilaporkan ke KPK
"Siapa itu aparat itu?" tanya Ketua MK Suhartoyo.
"Kami tidak tahu namanya pak, tapi di saat kami datang saya bertanya 'Bapak siapa?', 'saya adalah ring pertama yang diminta untuk mengamankan presiden'," jawab Endah.
Endah pun bertanya alasan relawannya dipukuli. Tim pengawal itu, kata Endah, menyebut jika relawan itu membahayakan Jokowi.
"Saya sampaikan 'seandainya anak ini dianggap membahayakan objek, apakah harus dipukuli? apakah harus dianiaya dan dipermalukan?'," ujarnya.
"Silakan ditangkap, silakan ditahan," imbuhnya.