Jakarta, Gesuri.id - Siti Atikoh Supriyanti, istri Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, merupakan perempuan mandiri. Atikoh mengaku belajar hal itu dari sang ibunda.
Menurut Atikoh, ibunya seorang ibu rumah tangga yang mandiri dan mengajarkan anak-anak perempuannya mandiri. Minimal bisa mencukupi kebutuhan diri sendiri.
"Kalau dari sisi sumbangsih ekonomi keluarga, lebih tinggi penghasilan ibu dari ayah. Ibu itu punya usaha angkutan dan toko. Tapi tiap ditanya profesinya, tetap dijawab dengan bangga ibu rumah tangga," ujar Atikoh, Selasa (2/1/2024).
Itu sebabnya, Atikoh tidak keberatan melepas kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), kemudian memilih mendampingi Ganjar Pranowo dan membesarkan putra semata wayang mereka, Muhammad Zinedine Alam Ganjar.
"Menjadi ibu rumah tangga itu pekerjaan paling mulia. Saya bangga jadi ibu rumah tangga. Saya belajar itu dari ibu saya," ungkap Atikoh.
Atikoh mengatakan, dia sangat mendukung kesetaraan gender dan mendorong perempuan mandiri.
Menurutnya, mandiri tak berarti harus bekerja kantoran, karena saat ini banyak peluang bagi perempuan bekerja dari rumah.
Perempuan mandiri itu punya harapan, karena tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain, termasuk suami.
Perempuan mandiri itu akan lebih bahagia, karena tahu apa yang harus dilakukan, apa yang menjadi pilihannya. Perempuan mandiri itu menghargai waktu bersama keluarga, anak, bahkan untuk dirinya sendiri.
Menurutnya, setiap perempuan mandiri tetap membutuhkan support system. Bagi yang sudah menikah, maka support system utama bagi perempuan mandiri adalah suami dan anak.
"Support system itu paling utama. Karena bisa mendorong perempuan mandiri menjadi dirinya sendiri ke mana pun dia pergi, dan bisa beraktivitas tanpa beban," jelas Atikoh.
Itu sebabnya, Atikoh sangat konsen dengan isu kesetaraan gender, KDRT, parenting, bahkan mental health yang kini menjadi sorotan publik.
Saat mendampingi Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah, Atikoh lebih banyak terlibat pada kegiatan sosialisasi dan edukasi. Termasuk mental health ke ibu-ibu untuk menghadapi anak-anak usia SMA.
"Ke depan mungkin harus melibatkan Guru Bimbingan dan Konseling (BK) agar mempunyai background Psikologi. Jadi, anak-anak yang menghadap ke BK itu bukan dimarahi karena bermasalah, tapi dievaluasi, digali masalahnya dan bisa melakukan pendampingan," ujar Atikoh.