Jakarta, Gesuri.id - Cawapres nomor urut 3 yang juga dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD menyebut angket DPR dapat berujung pemakzulan presiden. Ia menegaskan pemakzulan bisa dilakukan jika didapati unsur pidana dalam temuan angket.
"Pemakzulan memang perlu waktu lama dan hati-hati. Diaturnya memang begitu agar tak sembarangan bisa memakzulkan presiden. Tidak bisa buru-buru agar tak sembarangan. Tetapi jika ada akibat hukum pidana dari temuan dan keputusan politik angket, betapa pun lambatnya, masih bisa terus ditindaklanjuti tanpa terikat periode," kata Mahfud, saat membuka sesi tanya-jawab melalui akun media sosial X @mohmahfudmd baru-baru ini.
Eks Menko Polhukam itu melayani diskusi seputar kekisruhan Pemilu 2024.
Cawapres Ganjar Pranowo itu pun menambahkan bahwa ia akan ikut dalam penyelesaian kontroversi Pemilu 2024 melalui jalur hukum. Pasalnya, Mahfud tidak tergabung dengan parpol mana pun yang punya fraksi di DPR.
Selain itu, Mahfud menyebut tekanan publik seperti kalangan sivitas akademik dan masyarakat sipil dapat menjadi penguat untuk menyelesaikan kontroversi Pemilu 2024.
"Ya, dua jalur ditempuh (MK dan angket). Tapi saya hanya ikut jalur hukum sebab saya bukan orang parpol. Jalur Angket digarap oleh anggota DPR sesuai kebijakan parpolnya. Biar ke depannya jelas ya, bernegara itu harus sportif untuk keselamatan rakyat," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, terdapat dua jalur resmi untuk menyelesaikan kontroversi seputar Pemilu 2024. Yang pertama adalah gugatan sengketa melalui Mahkamah Konstitusi (MK), lalu penyelesaian secara politik melalui DPR.
"Jalur hukum bisa ditempuh oleh paslon yang arenanya adalah MK. Jalur politik bisa ditempuh oleh anggota parpol yang arenanya adalah DPR. Semua anggota parpol di DPR punya legal standing untuk menuntut dengan angket. Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu ini tak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa, dong," kata Mahfud via X.
Pria yang pernah menjadi ketua MK itu menambahkan, melalui gugtan sengketa dapat berujung konsekuensi hukum, termasuk pemilihan ulang di wilayah tertentu. Namun, penggugat harus bisa membuktikan aspek kecurangan terstrutkur, sistematis, masif (TSM) dalam sidang.
"Tapi banyak juga yang bisa membuktikan tejadi kecurangan TSM sehingga vonisnya mendiskualifikasi pemenang atau perintah pemilu ulang untuk Wilayah tertentu. Tergantung bukti dan keberanian hakim untuk melakukan judicial activism," katanya.