Jakarta, Gesuri.id - Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 03, Mahfud Md menganggap bahwa cibiran publik ke Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka sebagai hukuman atas pelanggaran etik dan moral untuk mendapatkan posisinya saat ini.
Menurutnya, meskipun di mata hukum putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini sah, namun sanksi sosial tetap akan berlaku.
“Kalau setiap orang mengatakan 'eh, ini anak haram konstitusi' itu kan hukuman sosial di tengah masyarakat. 'Eh anda enggak sah, eh anda karena pertolongan uncle, paman. Eh karena Anda ini merekayasa hukum'. Itu adalah cibiran masyarakat yang tidak akan pernah hilang seumur hidupnya,” kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof! Di Pos Bloc, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024) malam.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan bawa hukum memiliki dua tingkatan, yakni sumber hukum yang terdiri dari moral, etika dan agama serta hukum formal yang tercakup dalam undang-undang. Dalam kasus Gibran secara hukum tertulis sudah selesai dan dinyatakan bahwa ia sah menjadi calon wakil presiden.
“Tapi karena di atasnya ada moral dan etika, maka ada hukumannya dua, yaitu pelanggarannya itu diberikan kepada oknum, misalnya Ketua MK yang sudah diberhentikan itu karena jelas-jelas dia terbukti melakukan pelanggaran berat di dalam bidang etik, sehingga diberhentikan,” jelasnya.
Akan tetapi, ujar Mahfud, karena keputusan tersebut telah disahkan dan proses pendaftaran masih terus berjalan, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggal terlambat dalam menindaklanjuti aturan baru tersebut. Akibatnya, ketua KPU Hasyim Asy’ari dianggap sebagai pelanggaran etika oleh Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
“Nah saudara, DKPP itu hukumannya sanksi administratif, bisa diberhentikan ketua KPU-nya, seperti halnya bisa diberhentikan ketua MK-nya,” ujar Mahfud.
Dengan demikian, mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menegaskan bahwa penyelenggaraan hukum tidak bisa terlepas dari etik dan moral. Karena dan dua tingkatan tersebut, baik etik dan moral tidak bisa dipisahkan dengan hukum tertulis yang tertuang di konstitusi.
“Maka sebenarnya hukuman moral, pengucilan sosial, dan cibiran masyarakat akan terus terjadi kepada orang yang melakukan itu (pelanggaran),” ungkapnya. Sumber