Jakarta, Gesuri.id - Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P., (Mahfud MD) berbicara mengenai kasus Rohingya yang sedang menjadi masalah di -h7.
Dalam sebuah kesempatan, Mahfud MD yang memiliki jabatan sebagai Menko Polhukam berbicara tentang hal tersebut di suatu podcast Denny Sumargo.
Saat ditanya Denny mengenai fakta data dan kasus hukum tentang Rohingya, Mahfud MD menjawab, “Sekarang kalau dilihat dari aturan beberapa tahu lalu, menyebutkan bahwa agar orang Rohingya ditampung dan semula lancar saja.”
Ia melanjutkan, “Ada Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, dibuat di Kantor Eropa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, 2 sampai 25 Juli 1951.”
“Indonesia tidak terikat dari konvensi itu, lalu dibentuk United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yaitu komisi untuk menangani pengungsi,” tambah Mahfud.
Mahfud juga menjelaskan, bahwa pengungsi yang datang untuk transit itu masih bisa untuk ditampung seperti di Riau, Aceh, namun tuntutan kemanusiaan terus berjalan karena mereka juga tidak mempunyai identitas penduduk.
Mahfud menyampaikan ke masyarakat, bahwa biaya makan dan lain-lain itu dari PBB, namun beberapa masyarakat sempat keberatan, karena beberapa dari mereka ada yang menjadi maling.
“Rohingya itu awalnya ke Indonesia hanya untuk tempat transit buat ke untuk, maka demi kemanusiaan, ditampung dulu, terus kenapa sekarang makin banyak,” kata Mahfud.
Saat ditanya mengenai status hukum Rohingya bagaimana, Mahfud menjawab jika kasus tersebut negara tidak menerima karena menjadi beban sosial dan ekonomi.
“Indonesia cenderung untuk tidak menerima, karena jadi beban sosial bukan ekonomi, yang jadi bebannya itu,” katanya.
“Keputusannya untuk saat ini, diusahakan untuk dikirim ke negara yang ikut tanda tangan konvensi itu seperti Australia, tapi negara tersebut tidak mau menerima,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, “PBB harus lebih cepat memutuskan bagaimana nasib para pengungsi, kasihan mereka, mau diusir juga tidak enak”.