Palembang, Gesuri.id - Ketua DPC PDI Perjuangan Musi Banyuasin (Muba), Beni Hernedi menilai, biaya politik yang tinggi untuk menjalani masa Pilkada Serentak 2024 ini menjadi beban tersendiri.
Pada kenyataannya, ujar Beni, kondisi ini juga dirasakan semua pihak. Melihat proses Pemilihan Legislatif (Pileg) pada Pemilu 2024 yang baru selesai kemarin, hampir semua calon legislatif (caleg) menyatakan Pemilu 2024 khususnya Pileg ini brutal. Begitu banyaknya materi-materi dalam menjemput mandat atau perolehan suara itu.
“Saya tidak membicarakan semua orang, tapi keluhannya seperti itu. Mudah-mudahan, untuk Pilkada di Muba nanti memang benar-benar rakyat Muba memilih pemimpin yang memang dengan sebuah sikap keteladanan dan pada waktunya berkomitmen untuk melakukan perubahan-perubahan. Jangan sampai justru si bupati ini yang menjadi masalah,” ujarnya, Sabtu (14/4/2024).
Nah terkait Pilkada Muba sendiri, hingga hari ini hanya tertuju pada tiga nama calon kuat, seperti Beni Hernedi, Lucianty dan Apriyadi Mahmud. Tiga nama tersebut juga sudah sangat familiar di kalangan masyarakat di Bumi Serasan Sekate.
Karena Beni Hernedi sendiri merupakan eks Wakil Bupati Muba dua periode dan Ketua DPC PDI Perjuangan Muba, Lucianty adalah istri eks Bupati Muba Almarhum Fahri Azhari dan Ketua PKN Pimda Sumsel, serta Apriyadi hingga hari ini masih menjadi Penjabat (Pj) Bupati Muba.
Beni menyampaikan, dalam proses menuju pencalonan tersebut sudah tentu alurnya step by step. Tentu pertama mendapat dukungan dari partai politik (parpol), kaitannya dengan hasil Pemilu 2024, bahwa PDI Perjuangan ini ternyata masih membutuhkan tiga kursi.
“Sangat jelas, bahwa kita butuh koalisi dengan partai tertentu. Bila cukup kursi, maka pencalonan itu bisa diluncurkan di bulan Agustus, nah dari sekarang ke Agustus akan kita lakukan,” kata dia.
Namun, hingga sekarang parpol belum ada mekanismenya seperti apa, semua masih menunggu, diantaranya keputusan terhadap hasil dari Mahkamah Konstitusi (MK), karena penentuan kursi juga erat kaitannya dengan hasil gugatan-gugatan di MK. Langkah berikutnya tentu mendapat dukungan dari masyarakat Muba, karena untuk menjemput kepercayaan itu juga akan diperjuangkan.
“Kalau boleh jujur, tantangan ini tidak ringan. Kalau kita mengikuti bagaimana, sekarangkan kualitas Pemilu 2024 ini, seperti Pileg kemarin bisa dilihat bersama bahwa butuh logistik yang tidak sedikit,” kata dia.
Apalagi, ungkap Beni, bahwa dia punya pengalaman pernah menjadi Plt bupati, karena ada kasus di Muba. Dia juga tahu, karena pernah duduk dalam jabatan itu dan ikut sistem itu, jadi tahu penyakit-penyakit tersebut, ternyata di Muba itu kan harus diakui bukan satu hal yang dibanggakan.
Mungkin, sambung dia, tidak ada yang pernah merasakan pengalaman seperti dirinya selama menjadi wakil bupati dua periode dengan dua bupati yang berbeda, yang kedua bupati tersebut terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
“Bagi saya itu sangat mempengaruhi, apabila menjadi pemimpin di Kabupaten Muba itu harus berhati-hati terhadap prilaku-prilaku dan Tindakan-tindakan seperti itu. Kemudian, disisi lain tentu pengalaman seperti itu harus disyukuri,” ungkap dia.
“Saya sering melihat penyebabnya, kalau penyakit-penyakit kepala daerah yang bermasalah itu ketika sudah menjabat dan jabatan itu memiliki beban-beban finansial yang tinggi. Jadi tantangan ini tidak ringan. Ingin jadi bupati itu perlu dana yang banyak, tetapi ketika sedang menjabat terjadi hal seperti itu,” imbuh dia.
Beni menjelaskan, menjadi seorang bupati memang dituntut berprilaku perfect, tidak korup, tidak melanggara hal ini dan itu. Tapi, bila seseorang yang ingin menjadi bupati itu dengan biaya yang tinggi, bisa dilogika-kan seperti itu, modal harus kembali dan seterusnya dan seterusnya.
“Seperti saya, atas pengalaman-pengalaman seperti itu, kalau ingin menjadi bupati, manusia bernama Beni Hernedi ini pasti tetap terngiang-ngiang dengan kondisi itu,” terang dia.
Artinya, kata Beni, tuntutan untuk perubahan cara memimpin, kaitannya dengan tindakan-tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) harus menjadi hal yang penting, paling tidak pada dirinya sendiri dahulu.
“Belum lagi, saya juga ada tantangan atau persepsi juga, dua bupati yang menjadi pasangan saya ditangkap, sedangkan saya tidak (ditangkap). Ya bisa saja ada yang ngomong, mungkin saya inilah yang melaporkan,” tandas dia.