Jakarta, Gesuri.id - Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDI Perjuangan, Bambang DH, mengimbau masyarakat Indonesia untuk mewaspadai politik uang.
Politik uang ungkap Bambang secara tidak langsung akan menurunkan derajat kualitas demokrasi.
Baca: Daftar Caleg Banteng Dapil DKI Jakarta yang Layak Dipilih
“Politik uang bukan saja menciderai demokrasi di Tanah Air yang terus tumbuh dan semakin dewasa. Lebih dari itu, politik uang bisa lebih menurunkan derajat demokrasi, kualitas demokrasi.” Ungkap Bambang di Jakarta, Minggu (14/4).
Lantas Bambang merinci modus-modus politik uang yang sering menjadi bahasan dalam masyarakat. Misalkan di wilayah satu Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) ada warga secara perseorangan dan bahkan kelompok kecil door to door menghimpun fotokopian Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Selanjutnya, data KTP yang ada itu direkap, untuk selanjutnya diajukan ke penyandang dana. Uang akan turun H-1 atau H+1 coblosan.
“Penyandang dana ini bisa oknum caleg, bisa investor yang mendanai caleg dengan komitmen tertentu setelah ‘jagonya’ terpilih, atau bisa juga yang mendanai ini botoh atau petaruh, penjudi. Kan bahaya, kan celaka nantinya apabila demokrasi di negara kita menjadi obyek taruhan,” rinci Bambang.
Lebih lanjut Bambang memaparkan Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi.
Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.
Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri.
Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya.
“Pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan dimana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat,” urai Pak BDH, sapaannya.
Baca: Mendagri Minta Kesbangpol Awasi Potensi 'Serangan Fajar'
Pemilu, kata Bambang DH, merupakan kontrak sosial antara rakyat pemilih dengan pemerintahan yang dipilih. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah Pemilu. Melalui Pemilu, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.
“Politik itu merupakan cara suci untuk mencapai kekuasaan yang tujuannya memperjuangkan, mewujudkan aspirasi masyarakat secara keseluruhan, dan bukan sebatas untuk masyarakat pemilih mayoritas yang memenangi konstetasi politik itu sendiri. Kalau ada yang bilang politik itu jahat, politik menghalalkan segala cara, bahkan ada yang bilang politik itu busuk, itu hanya karena ulah oknum politisinya yang tidak bisa lagi berada pada rel politik santun, politik ketimuran, politik beretika,” ulas Bambang.