Ikuti Kami

Politisi Banteng NTB Tegas Tolak Pilgub Lewat DPRD: Cabut Kedaulatan Rakyat

Raden Nuna mengakui bahwa jika ada kekurangan dalam praktik pemilihan kepala daerah secara langsung.

Politisi Banteng NTB Tegas Tolak Pilgub Lewat DPRD: Cabut Kedaulatan Rakyat
Raden Nuna Abriadi.(Suara NTB/dok).

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD Provinsi NTB dari PDI Perjuangan, Raden Nuna Abriadi, dengan tegas menolak wacana pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Menurutnya, hal itu sama saja dengan mencabut kedaulatan rakyat.

“Sikap DPP PDI Perjuangan sudah jelas dan tegas menolak wacana ini. Sebagai kader di daerah, kami tentu akan tegak lurus dan menyatakan sikap yang sama, menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD,” kata Raden Nuna Abriadi, pada Rabu (18/12/2024).

Ia menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD bertentangan dengan kedaulatan rakyat yang sudah dijamin dalam konstitusi. Mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah dari rakyat langsung menjadi keputusan DPRD dianggap sebagai pelanggaran terhadap konstitusi.

“Konstitusi kita sudah jelas dan tegas mengatur bahwa Indonesia adalah negara berdaulat, dan kedaulatan itu ada di tangan rakyat. Biarkan rakyat yang memilih dan menentukan pemimpinnya,” jelas Nuna.

Meski demikian, Raden Nuna mengakui bahwa jika ada kekurangan dalam praktik pemilihan kepala daerah secara langsung, hal tersebut harus diperbaiki. Namun, ia menegaskan bahwa kekurangan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mengalihkan pemilihan kepala daerah kepada DPRD.

“Sistem pemilihan harus diperbaiki dan disempurnakan, bukan dengan mencabut mandat rakyat. Asas pemilu kita sudah jelas, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia,” tambahnya.

Lebih jauh, Raden Nuna menyoroti hasil Pilkada Serentak 2024 yang menunjukkan banyak calon kepala daerah yang didukung oleh banyak partai, namun tetap kalah. Hal ini membuktikan bahwa calon yang didukung oleh partai-partai besar belum tentu diinginkan oleh rakyat.

“Bahkan ada kotak kosong yang menang. Ini menunjukkan bahwa calon yang didukung banyak partai belum tentu sesuai dengan kehendak rakyat. Jika pemilihan dilakukan oleh DPRD, pemimpin akan ditentukan oleh elit, tanpa melibatkan rakyat,” ujarnya.

Terkait dengan alasan pilkada langsung yang dianggap berbiaya mahal, Raden Nuna berpendapat bahwa mahalnya biaya tersebut justru disebabkan oleh ulah partai politik yang mencalonkan kandidat berdasarkan pertimbangan uang. Hal ini memicu praktik-praktik yang merugikan.

“Mereka sendiri yang membuat pilkada menjadi mahal, dan meskipun pemilihan lewat DPRD, tidak ada jaminan pilkada akan lebih murah. Justru, menurut saya, akan lebih transaksional,” ungkapnya.

Diketahui, wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini dihembuskan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang beralasan bahwa pilkada langsung sangat mahal, baik dari sisi anggaran negara melalui penyelenggaraan pemilu maupun biaya yang dikeluarkan oleh pasangan calon. 

Sumber; suarantb.com

Quote