Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tetap dilaksanakan secara langsung. Itu artinya, pemimpin daerah tidak akan dipilih melalui DPRD.
Baca: PDI Perjuangan Dukung Wacana Evaluasi Pilkada Langsung
"Presiden Jokowi mengatakan pilkada provinsi/kabupaten/kota tetap melalui mekanisme pemilihan langsung yang merupakan cermin kedaulatan rakyat/demokrasi dan sejalan dengan cita-cita Reformasi 1998," kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, Selasa (12/11).
Pernyataan itu sekaligus meluruskan wacana evaluasi Pilkada langsung yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Menurut Fadjroel, rencana evaluasi pilkada langsung hanya berkaitan wilayah teknis penyelenggaraan bukan sistem pilkada. "(Poin) yang akan dievaluasi hanya teknis penyelenggaraan," ungkap Fadjroel.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pilkada langsung telah berjalan cukup lama atau sejak 2005. Menurut Puan, Evaluasi memang dibutuhkan. "Ya memang ada perlu banyak evaluasi, tapi jangan sampai juga ini kembali membuat kita balik ke belakang lagi," kata Puan.
Puan menambahkan, penerapan pilkada langsung tentu telah mempertimbangan seluruh aspek. "Waktu itu kita putuskan mau Pilkada langsung pastikan sudah ada hal-hal yang dipertimbangkan, kita lihat lagi baik dan buruknya, positif dan negatifnya untuk bangsa ini ke depan," ucap Puan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, wacana pilkada lewat DPRD sempat disinggung saat pertemuan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (11/11).
Baca: Evaluasi Pilkada, Puan Minta Kajian yang Mendalam
“(Pilkada lewat DPRD) ada disinggung, tapi tidak dibahas. Baru saling lempar ide, jadi belum dibahas dan belum ada kesimpulan. Tapi tentu akan dibahas,” kata Mahfud.
Sekadar diketahui, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai pilkada langsung mempunyai banyak hal negatif. Misalnya biaya politik yang tinggi. "Banyak manfaatnya, partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata Tito.