Ikuti Kami

Putra : Suara Antitesa Jokowi Tidak Laku Dijual di Publik!

Bangsa ini lebih membutuhkan adanya percepatan daripada sekadar jualan perubahan ataupun keberlanjutan. 

Putra : Suara Antitesa Jokowi Tidak Laku Dijual di Publik!
Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan menyebut suara antitesa Jokowi yang saat ini marak di media sosial sama sekali tidak laku dijual.

Apalagi slogan menginginkan adanya perubahan sama sekali tidak memiliki agenda yang jelas. Bahkan slogan perubahan yang diusung oleh salah satu capres tersebut tidak memiliki platform yang jelas.

"Sudah 11 bulan antitesa Pak Jokowi  itu muncul. Datanya  juga tidak lengkap. Jadi bagaimana bisa diusung sebagai kampanye di masyarakat? Sama sekali tidak ada kritik yang jelas terhadap slogan perubahan tersebut," tegas Putra saat menjadi narasumber Political Show CNN, "Perubahan vs Keberlanjutan, Siapa Mendulang? kemarin di Jakarta. 

Baca: PDI Perjuangan Optimistis Ganjar Menang Satu Putaran Pilpres 2024

Bahkan, tambah Putra, bicara soal keberlanjutan juga agak statis. Sebab yang paling dibutuhkan saat ini adalah adanya  percepatan.

"Ini masalah percepatan, terus terang saya mau sampaikan disini pak Jokowi itu tidak feodal, dia melihat dari sistem, pak Jokowi itu seorang pengusaha, eksportir berarti dia komptetitif, walikota yang sangat dicintai 2 periode, gubernur dan menang pemilu 5 kali. Jadi melihat orang dari kualifikasi dan kompetensinya bukan tiba-tiba ngeliat orang itu terpukau begitu, enggak!" katanya. 

Karena itu, Putra mengingatkan agar tidak mengecilkan arti keberlanjutan program kerja melainkan percepatan.

"Dalam percepatan itu ada keberlanjutan. Kalau tadi bicara soal IOS yang sedang berganti, berarti Nasdem maunya berkelanjutan juga begituloh dalam konteks frame work bukan perubahan, bukan antitesa Pak Jokowi, kalau antitesa Pak Jokowi seperti yang saya lakukan waktu kampanye 2014 langsung beda," ujarnya.

"Sekarang muncul keluar satu satu, mau dijawab satu satu, nanti tunggu debat capres sajalah membahasnya. Tetapi, menurut saya periodesasi ini sudah terlalu lama. Ini sudah memasuki bulan ke 11 jika program TV maka sudah ditutup. Iya kan ratingnya tidak naik-naik walaupun mohon maaf saya orang TV 25 tahun, kalau ratingnya cuman segini gini doank, gak naik-naik sudah ditutup, 11 episode cabut langsung. Nah ini 11 bulan bisa bertahan seperti ini ada apa? Kita bingung, lebih parah lagi kalau sinetron, sinetron 7 episod habis langsung, apa yang mau dijawab," katanya.

Putra  juga menambahkan bahwa tren percepatan itu terus naik seiring dengan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi.

"Tentunya kita harus percaya donk trend dari kinerja Pak Jokowi yang signifikan. Januari 2022 trennya 72 persen, kemudian pertengahan tahun 2022 naik 76 persen. Kemudian awal 2023 naik 82 persen ditutup dengan 90- persen. Itukan rakyat yang bicara! masa PDI Perjuangan mau dengarkan elit saja, PDI Perjuangan dengarkan rakyat, rakyat mengatakan seperti itu! Jadi yang mana lagi mau dibahas," tandasnya.

Baca: Putra : Gaya Panggung Pak Ganjar Itu Orisinil, Tidak Mirroring!

Untuk itulah, maka sosok yang pas untuk melanjutkan program percepatan ini adalah Ganjar Pranowo. Di dalam survei, salah satu alasan kenapa memilih Ganjar adalah karena merakyat, kerja dan baik. Itu semua adalah karakter dari  Pak Jokowi.

"Jadi sudah pas revolusi mental itu diteruskan sama Pak Ganjar. Simbolnya sudah dapat tinggal turunannya nanti ke bawah. Bagaimana mmenteri, aparat dan lain sebagainya untuk bisa menurunkan itu semuanya. Terus terang di DPR kita menyadari soal revolusi mental terutama dari sisi waktu. Kita juga suka terlambat kok rapat, tanya bang Andre kita juga kadang tidak disiplin juga," ujarnya. 

Putra lantas mencontohkan salah satu proyek Jokowi yang menuai pro kontra. Proyek itu adalah pembangunan IKN. Padahal pembangunan IKN sangat Indonesia sekali.

"IKN bukan hanya Jawa sentris. Bukan hanya barat sentris. Ini harus ke Timur. Jadi tanpa keberadaan Indonesia Timur maka itu bukan konsep Indonesia atau nusantara. Tanpa 1 provinsi kita bukan Indonesia. Kita sepakat tahun 1945, bahkan Sumpah Pemuda juga kita sepakat, tapi kalau kita membaginya seperti ini otomatis orang anggap ini surveinya Jawa sentris yang Indonesia bagian barat sentris. Pendapat tengah dan timur yang mendapat manfaat dari keberadaan IKN yang berada di Kalimantan itu tidak bisa banyak bersuara," kritik Putra.

Quote