Jakarta, Gesuri.id - Srikandi PDI Perjuangan yang juga Ketua Presidium DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Kanti W. Janis mengajak perempuan Indonesia mengambil langkah konkrit masuk ke dunia politik yang mayoritas dinahkodai oleh kaum pria.
Kanti menegaskan dunia politik merupakan jalan menuju perubahan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Baca: TB Hasanuddin: Bamsoet Jangan Khianati Kontrak Politik
“Saya ingin menegaskan, bahwa jangan pernah ragu untuk terjun ke politik,” ujarnya saat memberikan sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2022 dalam rangka menyongsong perhelatan Pemilu 2024, bertemakan ‘Meningkatkan Kualitas Perempuan Politik Menuju Pemilu 2024’, di Hotel Mercure Sabang, Jakarta, Kamis (8/12).
Pada kesempatan itu, hadir Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si dan Dewan Kehormatan KPPI, diwakili Dermawan Asdep Politik. Hadir pula Ketua Presidium KPPI Kanti W. Janis dan Presidium lainnya, yaitu Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo, Hindun Anisah, Irma Chaniago, dan Saniatul Lativa, juga Sekjen KPPI Lis Dedeh, Bendum KPPI Zita Anjani, Wasekjen KPPI Shanty Indriaty dan Wabendum KPPI Syafa Iliyin.
Selain itu hadir pula Dewan Pendiri KPPI seperti Noviantika Nasution dan Tari Siwi, dan Ketua Panitia Pengarah, Restu Hapsari. Tampak para Dewan Kehormatan, Sumaryati Ariyoso, Nadrah Izari, Hj. Nurhasanah dan jajaran Dewan Pengurus Pusat KPPI, Dewan Pengurus Daerah KPPI, Dewan Pengurus Cabang, serta Dewan Pengurus Anak Cabang.
Kanti mengapresiasi panitia pelaksana yang dipimpin Amy Surya, panitia pengarah yang dipimpin Restu Hapsari karena dalam tempo waktu yang singkat dapat menyiapkan agenda tersebut. Serta tim panitia yang turut membantu yakni, Hamidah Yakoub, Gia, Sherisada, Nurika Kartika, Usnida, dan seluruh panitia Rakernas KPPI 2022.
“Lagi-lagi kepanitiaan bersama ini telah menunjukkan secara nyata hal yang telah kita dengung-dengungkan sejak kongres, bahwa di dalam KPPI kita mengutamakan persaudaraan dan kebersamaan. Oleh karena itu, selamat untuk kita semua yg telah mewujudkan acara ini bersama,” sambung Kanti.
Kepada peserta Rakernas, Kanti mengakui, bahwa setelah terpilih memimpin KPPI, dirinya sempat ada keraguan karena harus mencari cara untuk dapat menyatukan perempuan perempuan politik yang ada di republik ini dari beragam latar belakang pemikiran dan partai politik.
“Pertama kali saya diajak bergabung ke KPPI, saya sempat sangsi, apa iya organisasi yg anggotanya utusan lintas partai bisa kompak? Mengingat kita belum lama lepas dari pilkada dan pilpres yang begitu panas. Ternyata kekhawatiran itu terbantah. Di KPPI saya merasakan betul persaudaraan antar politisi perempuan lintas partai, karena common bound bersama, yaitu keinginan kuat untuk menciptakan kesetaraan bagi perempuan di dalam segala bidang dan khususnya dalam politik,” jelas Kanti.
Menurut Kanti, hanya di KPPI perempuan lintas partai, bisa tertawa bersama sembari membahas capres, bahkan membahas Rancangan UU. Meski partai memiliki kebijakan yg berbeda-beda, tapi di KPPI para perempuan mampu belajar menyikapi secara objektif dan dewasa.
“Saudara-saudaraku di KPPI , saya ingin menegaskan bahwa jangan pernah ragu untuk terjun ke politik. UUD 1945 maupun UU kita telah menjamin hak setia warga negara untuk dipilih maupun dipilih, juga hak-haknya setiap warga negara adalah sama di mata hukum, tidak memandang jenis kelaminnya,” tegas Kanti.
Lebih lanjut, Kanti bercerita, sejak Indonesia merdeka, dan pembentukan kabinet pertama, kabinet Syahrir II, Indonesia telah memiliki menteri perempuan, Maria Ulfah Soebadio. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, tahun 1939 Emma Poeradireja tokoh Sumpah Pemuda dan Kongres Perempuan Indonesia telah menjadi anggota Dewan Kota Bandung.
“Awalnya pada tahun 1937 tidak ada perwakilan perempuan pribumi, tapi para politisi perempuan kita di masa kita menuntut hal perwakilan di Dewan, diperolehlah kursi dua (2) tahun kemudian,” katanya.
Dalam kesetaraan politik, ia menjelaskan, Indonesia lebih maju dari Amerika. Amerika merdeka tahun 1776, tapi hak pilih perempuan dalam Pemilu baru tahun 1920, ada gap 144 tahun. Sementara di Indonesia, sejak Pemilu pertama 1955 tidak pernah ada diskriminasi.
“Sekarang tugas kita adalah menggugat kembali hak-hak tersebut. Kemudian jelang pemilu 2024, mari kita dorong partai masing-masing untuk mendukung caleg perempuan, minta nomor urut 1, minta logistik, minta perlindungan hukum. Minta perbanyak caleg perempuan di 16 Dapil di mana tidak ada keterwakilan Caleg perempuan terpilih,” papar Kanti.
Hal ini, lanjut Kanti, adalah untuk merealisasikan peraturan pemilu, bahwa kewajiban 30% kuota caleg perempuan membuktikan keberadaan kaum perempuan di dunia politik bukan hanya sekedar kebijakan afirmasi. Tapi karena kaum perempuan memang pantas dipilih, karena perempuan mempunyai kapasitas yang sama dengan politisi laki-laki.
Dirinya mengimbau kepada perempuan Indonesia yang bergabung di dunia politik agar mampu memahami situasi dan persoalan yang dihadapi masyarakat agar politisi perempuan dapat memberikan solusi serta memperjuangkannya.
“Terkhusus untuk perumusan agenda Rakernas ini, mari kita susun program dan rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh kader perempuan politik, kita buktikan pada tahun 2024, adalah tahun peranan perempuan secara nyata, bukan hanya sekedar sebagai pelengkap,” tutup Kanti.
Baca: Pacul Tegur Bima Arya soal Kandidasi PAN untuk Pilpres
Rakernas KPPI menghasilkan enam (6) rekomendasi, yaitu:
1. Mendesak partai politik untuk menempatkan perempuan politik yang berkualitas dan potensial di minimal 30% daerah pemilihan di seluruh Indonesia dengan nomor urut 1 (satu).
2. Untuk daerah pemilihan yang tidak ada anggota legislatif perempuan, harus dipastikan perempuan terpilih dengan menambah komposisi caleg perempuan.
3. Partai politik harus berkomitmen untuk mendukung caleg perempuan potensial dengan memfasilitasi bantuan logistik yang cukup untuk mencapai target keterwakilan 30% perempuan di Parlemen.
4. Mendorong partai politik memberikan penggantian atau kompensasi atas sumbangan suara dari caleg perempuan apabila caleg perempuan tidak lolos pemilu, sehingga pada periode berikutnya masih siap untuk maju kembali sebagai caleg.
5. Partai politik politik memastikan perlindungan terhadap caleg perempuan dari segala bentuk kekerasan saat kampanye.
6. Meminta partai politik untuk tegas menolak segala bentuk politik uang.
Kontributor: yogen sogen.