Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, M Rifqinizamy Karsayuda menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tak akan bisa dieksekusi langsung.
Pasalnya, dikatakan Rifqinizamy, apa yang jadi keputusan PN Jakpus tersebut atas dasar gugatan perdata.
"Menurut pandangan saya, satu putusan perkara perdata itu tidak serta merta memiliki titel eksekutorial untuk bisa dieksekusi menunda tahapan-tahapan pemilu yang bersifat administrasi negara," ujar Rifqinizamy, Kamis (2/3).
Baca: Basarah: Putusan PN Jakpus Bertentangan Dengan UUD 1945!
Karena itu, menurut Rifqinizamy, putusan itu bisa menjadi putusan yang sia-sia dilakukan oleh pengadilan.
Bahkan, ia juga menyayangkan putusan pengadilan tersebut, karena putusan pengadilan hanya memiliki kepastian hukum bagi Partai Prima pada satu pihak, dan menghadirkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pihak-pihak yang lain.
"Menimbulkan kekacauan-kekacauan hukum, di mana kemudian atas kerugian-kerugian keperdataan Partai Prima yang disampaikan dalam putusan-putusan itu, kita justru diperintahkan untuk mengulang tahapan yang sudah ada," ucapnya.
Baca: Hasto: Hasil Survei Tak Jadi Pertimbangan Tentukan Capres
Konsekuensi dari pengulangan tahapan yang sudah berjalan, lanjut Rifqinizamy, tentu mengulur-ulur waktu atau disebut oleh para pihak sebagai penundaan Pemilu dari tahun 2024 menjadi tahun 2025.
Lalu, jika hal itu terjadi, maka banyak problem ketatanegaraan yang akan dihadirkan, di antaranya institusi-institusi negara yang habis masa jabatannya di 2024, itu tidak mendapatkan jalan hukum untuk diperpanjang melalui putusan pengadilan tersebut.
"Karena itu sekali lagi, saya sangat menyayangkan putusan pengadilan ini. Menurut saya putusan pengadilan ini jauh dari aroma keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum sebagaimana ajaran dasar hukum itu sendiri," katanya.