Jakarta, Gesuri.id - TKN Jokowi-Ma'ruf Amin membuka posko Informasi Penghitungan Suara atau war room di Legian Room, Hotel Grand Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (21/4).
Hal ini sebagai salah satu cara TKN 01 untuk menepis isu-isu miring dari kubu 02.
Baca: PDI Perjuangan Optimistis Pertahankan Kursi DPRD Kuningan
"Real count yang kita set up di sini adalah sebuah tempat yang sangat terbuka untuk siapa pun. Karena memang tidak ada yang perlu kita sembunyikan karena memang kita ingin semuanya termanage dgn baik dan terbuka. Sehingga gak perlu lagi ada orang curiga, ada orang yang menanggapi miring," ungkap Ketua Harian TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Moeldoko.
Dia menyebut proses penghitungan suara yang dilakukan oleh TKN Jokowi-Ma'ruf Amin memiliki mekanisme yang sangat jelas dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Moeldoko mengatakan, proses ini sama seperti yang dilakukan oleh KPU.
"Jadi bukan suka-suka gue, ini bisa dipertanggungjawabkan," ujar Moeldoko.
Selain itu, Moeldoko menyebut war room ini sebagai alat kontrol bagi TKN terhadap penghitungan suara Pilpres 2019. Sehingga, jika terjadi sesuatu hal yang tidak selaras dalam penghitungan, TKN bisa mempertanyakan di mana letak ketidaksamaannya, serta jika ada kemungkinan kecurangan.
"Ini sebuah upaya untuk kita juga akan bisa mengoreksi kalau terjadi sesuatu di KPU. Kalau ada yang tidak selaras dengan kita nanti kita bisa mempertanyakan di mana letak tidak samanya, kalau ada penyimpangan juga bisa dipertanyakan. Ini sekaligus menjadi alat kontrol kami," imbuhnya.
Baca: Quick Count, TKN: Dulu Diakui, Sekarang Kok Dipertanyakan?
Di dalam ruangan yang menjadi lokasi War Room, nampak tiga monitor besar yang masing-masing menampilkan hasil hitung cepat dari lembaga survei, internal TKN, dan KPU, serta satu monitor untuk menampilkan bukti kecurangan. Selain itu, terdapat sekitar 100 komputer yang digunakan untuk memasukan data-data dokumen C1.
"Jumlah orang yang ada di sini 240 orang. Satu shift 80 orang, jadi tiga shift selama 24 jam," ungkap Moeldoko.
Mereka yang bertugas untuk memasukan data merupakan anggota tim direktorat saksi TKN Jokowi-Ma'ruf Amin.
Wakil Direktur Saksi TKN Jokowi-Ma'uf Amin, Lukman Edy menjelaskan didalam "war room" masing-masing orang melakukan rekapitulasi "real count" dari hasil verifikasi C1 dari TPS seluruh Indonesia.
Hasil C1 diperoleh dari aplikasi yang dimiliki TKN yakni JAMIN, sebuah aplikasi pelaporan saksi mulai dari TPS.
"Aplikasi ini memudahkan saksi untuk melaporkan hasil penghitungan suara serta foto C1 dari TPS," kata Lukman.
Hingga Minggu, penghitungan sementara suara nasional oleh "war room" mencapai 14,66 persen atau 119.216 dari total 813.350 TPS seluruh Indonesia dengan total perolehan suara 23.847.734 suara.
Lukman menyampaikan perolehan sementara ini menunjukkan paslon Jokowi KH Maruf Amin 56,16 persen (13.155.012 suara) mengungguli Paslon Prabowo -Sandiaga Uno yang mendapatkan hasil 45,84 persen (10.693.723 suara).
"Hasil rekapitulasi suara TKN hampir sama dengan perolehan KPU. Ini menandakan bahwa kita sejalan dengan apa yang dilakukan KPU," tambah Lukman Edy.
Baca: Kekalahan Jokowi di Aceh dan Jabar Karena Isu Agama
Lukman menambahkan bahwa awalnya TKN menargetkan penghitungan pada H+1 mencapai hingga 50 persen suara.
Namun ternyata terjadi beberapa kendala besar di lapangan seperti rekapitulasi yang kebanyakan baru terjadi di kecamatan. Ini memakan waktu cukup banyak.
"Kendala pemilu sekarang tidak ada rekapitulasi tingkat desa, melainkan langsung rekapitulasi tingkat kecamatan, sehingga memakan waktu," kata Lukman.
Lebih jauh Lukman mengungkapkan temuan TKN bahwa terdapat kerusakan dari data hasil pemilu yang diklaim kubu Prabowo-Sandi.
Kubu Prabowo-Sandi mengumumkan klaim kemenangan dengan mengumumkan data QC dengan sampling 3.000 TPS dengan hasil menunjukkan kemenangan 62,23 persen untuk Prabowo-Sandi.
Menurut Lukman, ada banyak permasalahan yang ditemukan dalam data tersebut, seperti kesalahan sampling data Provinsi Lampung yang telah direpresentasikan TKN.
Baca: Jokowi Tepis Isu Kekacauan Pasca Pilpres 2019
Selain itu terdapat 10% data rusak, berupa data ganda, alamat TPS tidak lengkap, hingga angka suara kedua paslon tidak lengkap.
"Jumlah sampling mereka juga tidak proporsional. Contoh, data DKI Jakarta dan Jawa Tengah jumlahnya hampir sama 300-an data, sementara jumlah DPT Jawa Tengah jauh lebih besar dari pada DPT di DKI Jakarta," kata Lukman.
Lukman menyatakan tim Prabowo-Sandi hanya mengambil data dari TPS dimana pasangan Prabowo-Sandi memperoleh kemenangan.