Ikuti Kami

TPN Minta MK Tak Terjebak Paradigma Kuantitatif Dalam Memutuskan Sengketa Pilpres

Pernyataan ini bahkan sengaja disampaikan Todung di awal pembacaan pokok permohonannya.

TPN Minta MK Tak Terjebak Paradigma Kuantitatif Dalam Memutuskan Sengketa Pilpres
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.

Jakarta, Gesuri.id - Tim Hukum Capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendesak agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terjebak dalam paradigma kuantitatif dalam memutuskan sengketa Pilpres 2024. 

"Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara sempit yang hanya memeriksa perolehan dan perbedaan suara para calon presiden dan wakil presiden," sebut Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, dalam sidang perdana sengketa Pilpres 2024, Rabu (27/3). 

Baca: Sastrawan Goenawan Mohamad Apresiasi Sikap Ganjar Pranowo

Pernyataan ini bahkan sengaja disampaikan Todung di awal pembacaan pokok permohonannya. Hal itu ia lakukan sebab persoalan ini dianggap sangat mendesak.

"Jika Mahkamah Konstitusi hanya sekedar bertindak sebagai 'Mahkamah Kalkulator', tidaklah perlu negarawan yang sekaligus begawan hukum yang melakukannya. Cukup berikan kesalahan perhitungan kepada auditor saja," kata kuasa hukum lain, Annisa Ismail, di muka sidang.

Annisa menegaskan, pemilu bukan hanya diatur dalam UU Pemilu, tetapi juga UUD 1945. Di dalamnya, diatur beberapa asas dalam pelaksanaan pemilihan umum, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Asas-asas inilah yang harus dijaga oleh Mahkamah Konstitusi tatkala memeriksa sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum," ucap dia. 

Sengketa Hasil Pemilu Ia melanjutkan, jika MK berkeras hanya berwenang memeriksa hasil penghitungan suara yang memengaruhi terpilihnya pasangan calon, maka sama saja Mahkamah melegitimasi kecurangan dalam proses pemilu.

Baca: Ganjar-Mahfud Siap Hadapi Sidang Perdana PHPU di MK

"Kalau Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa persoalan sengketa/perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebatas perolehan dan perbedaan suara semata, maka Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan telah melanggar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945," kata Todung. 

"Desain konstitusional kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan persoalan perselisihan hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden, adalah desain yang luas dan menyeluruh dalam artian memeriksa semua pelanggaran yang terjadi pada semua tahapan," jelas dia.

Quote