Jakarta, Gesuri.id - Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri, wanita kelahiran Jakarta 26 Juni 1971. Ia merupakan puteri semata wayang Guntur Soekarnoputera dengan Henny Emilia Hendayani. Guntur adalah putera sulung Bung Karno dengan Ibu Fatmawati.
“Atas nama yang panjang, saya minta putusan pengadilan untuk menetapkan menjadi Puti Guntur Soekarno,” kata Calon Wakil Gubernur Jawa Timur yang mendampingi Calon Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018.
Puti lahir satu tahun setelah kakeknya, Bung Karno, Sang Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, meninggal dunia pada 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Kota Blitar.
Kata ‘Puti’ sendiri memiliki artian nama kecil atau gelar bangsawan perempuan Minangkabau, baik raja maupun datuk. Diketahui Kakek buyut Puti memang berasal dari Minangkabau.
Semasa kecil, Puti pun dekat dengan Neneknya Fatmawati atau biasa dipanggil Bu Fat. Beliau yang telah membuat dan menjahit Bendera Merah Putih dengan kedua tanggannya sendiri.
Bu Fat merupakan Puteri dari Datuk Hasan Din, pengusaha asal Minangkabau yang menjadi tokoh Muhammadiyah Bengkulu dan Siti Chadijah, keturunan Kerajaan Inderapura di pesisir selatan Sumatera Barat.
Kenangan masa kecil bersama sang nenek sangat membekas pada diri Puti. Ia memanggil Bu Fat dengan sebutan khusus.
“Saya memanggilnya ‘Mbu’ yang artinya Eyang, menurut orang Bangka” ujar pilitisi PDI Perjuangan itu.
Tak jarang Puti sering mengunjungi rumah tinggal sang nenek di kawasan Cilandak, Jakarta. Hingga saat ini, ingatan Puti tentang neneknya saat mengaji masih kuat.
“Saya suka bermain di rumah Mbu. Suka tidur bareng beliau. Saya juga belajar mengaji sama Mbu. Lantunan suara Mbu lembut dan merdu,” ujarnya.
Dari Bu Fat, Puti mendapat pelajaran agama Islam, tentang kesederhanaan dan pentingnya rasa syukur. Juga tentang hidup yang harus dijalani dengan optimisme. Bu Fatmawati juga mengajarkan kepribadian perempuan Indonesia.
Selain mengaji, Fatmawati merupakan sosok yang berjasa mengenalkannya pada buku.
“Kalau dulu suka ada yang jual buku-buku loakan, diikat di kain, terus dipanggul. Dulu Mbu suka sekali membelikan buku dari situ,” ungkapnya.
Buku yang dibelikan seringnya berupa komik-komik cerita rakyat Indonesia, seperti wayang, atau sejarah zaman dulu. Pengetahuan Puti tentang budaya dan kesenian sangat terpengaruh dari lingkungan keluarganya.
“Saya agak tergila-gila sama Mahabharata, Baratayuda, atau kisah Rama Sinta, karena dulu suka baca buku-buku. Saya suka cerita wayang,” jelasnya.
Selain dari Guntur Soekarno, Puti juga mendapat banyak cerita dari Bu Fat tentang sejarah, kiprah perjuangan dan pikiran-pikiran Bung Karno. Dari Bu Fat pula ia mendengar banyak cerita tentang sulitnya perjuangan Bangsa Indonesia di masa sebelum dan setelah kemerdekaan.
“Semua itu menjadi bekal saya, ketika menapaki masa dewasa. Mempengaruhi pikiran-pikiran saya. Keputusan saya untuk meniti karir di bidang politik, juga tidak terlepas dari pengaruh pewarisan sejarah dari keluarga,” imbuhnya.
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu kata pepatah. Puti kuliah dan lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia. Ia terjun menjadi politisi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI) Perjuangan. Partai politik yang melanjutkan dan mewarisi ajaran-ajaran sang Kakek Soekarno.
Sebelum menjadi Calon Wakil Gubernur Jatim, Puti menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi X yang membidangi pendidikan, kesehatan, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Bagi Puti, politik harus dijalankan dengan martabat, penuh keadaban, dan etika moral. “Politik harus dijalankan dengan jiwa kebudayaan. Dengan kepribadian kita, anak Indonesia,” tandasnya.