Tasikmalaya, Gesuri.id - Tokoh masyarakat Sunda, Anton Charliyan menanggapi kontroversi penambangan di wilayah Gunung Galunggung, Jawa Barat. Anton menegaskan, bagi Masyarakat Priangan, Gunung Galunggung merupakan salah satu tempat bersejarah.
Gunung Galunggung, ungkap Anton, merupakan salah satu tempat yang sangat dihormati dan disakralkan, untuk tetap dijaga kelestariannya.
"Karena bagi para pakar sejarah, Gunung Galunggung merupakan suatu Kabuyutan atau tempat suci yang memang diamanatkan sebagaimana yang tersirat dalam Naskah Amanat Galunggung (abad ke 13 ), harus dijaga kelestarianya oleh seluruh masyarakat Sunda Galuh," ujar Anton
Untuk penambangan, kader PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa kegiatan penambangan itu diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Baca: Anton Tegaskan Kerumunan Maumere Tak Bisa Jadi Pidana!
Disini, lanjut Anton, harus dilihat apakah kegiatan tersebut memiliki izin atau tidak dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Jika memang ada , kita tidak bisa terlalu jauh ikut campur. Kecuali bila dalam praktek operasionalnya dilapangan ternyata merusak lingkungan, area wilayah garapannya tidak sesuai dengan koordinat yang sudah ditentukan, tidak adanya reklamasi bekas-bekas galian, serta termasuk wilayah bersejarah yang disakralkan oleh masyarakat, tapi terkadang Pemerintah biasanya kurang sensitif pemantauannya untuk hal-hal seperti itu," ujar Anton.
Anton melanjutkan, sebagaimana yang pernah terjadi dengan semburan Lumpur Lapindo di Jawa Timur, bila Galunggung sampai rusak dan tidak dijaga dirinya meyakini akibatnya bisa seribu kali lipat dari Lumpur Lapindo.
"Lumpur Lapindo saja yang tidak diamanatkan dalam naskah untuk dijaga dampaknya, sampai detik ini belum bisa terselesaikan. Apalagi dengan Galunggung, tidak terbayangkan!" tegas Anton.
Maka, lanjut Anton, para leluhur sampai sengaja menulis sebuah pesan tertulis guna memperingatkan anak cucunya untuk menjaga Galunggung. Dan apabila anak cucunya tidak bisa menjaganya, disebutkan bahwa mereka akan lebih hina dari bangkai binatang yang ada di tempat sampah.
"Relakah kita semua, sebagai cucu cicitnya bila tidak mampu menjaganya mendapat julukan seperti itu??" ujar Anton.
Apalagi, sambung Anton, bagi masyarakat yang lebih paham, bahwa kedudukan Gunung Galunggung tersebut tidak hanya untuk masyarakat Sunda saja.
Dalam Naskah Fragmen Caritera Parahyangan yang ditulis abad ke 15, disebutkan bahwa Galunggung merupakan Tarajuna Jawadwipa, atau penyeimbang Paseuk Paku Puseur dari Pulau Jawa.
"Ini bukan dongeng atau takhayul! Yang berkata adalah Naskah peninggalan para Leluhur Sunda. Yang artinya, bila keseimbangan alam di Galunggung rusak, maka Pulau Jawa pun akan menanggung akibatnya. Demikian kata naskah kuno," ujar Anton.
Baca: Anton Charliyan Dukung Kapolri Berantas Mafia Tanah
Untuk itu, Anton memohon pemahaman dan kesadaran dari semua pihak akan arti penting Gunung Galunggung sebagai sebuah Kabuyutan yang sudah diamanatkan sejak dahulu oleh para pendahulu kita, agar kita jaga bersama kelestariannya.
Anton menegaskan, kalau hal tersebut tidak kita indahkan, siapa lagi yang akan menjaga Galunggung.
"Ataukah akan kita biarkan saja Kabuyutan Galunggung yang notabene sebagai Paseuknya Jawadwipa rusak dan hanya tinggal sebuah kenangan saja??" gugat Anton.
"Jadi terlepas apakah Perusahaan tersebut sudah dapat izin atau tidak, sebaiknya bisa menghormati sejarah dan kedudukannya sebagai suatu Kabuyutan yang dihormati oleh seluruh masyarakat Sunda," tambahnya.