Sebagai kader PDI Perjuangan, kopiah hitam tentu sudah tidak asing lagi bukan? Di setiap acara resmi partai, kopiah selalu dikenakan. Tidak ketinggalan pin Bung Karno atau pin bendera merah putih, juga ikut disematkan di sudut kanan kopiah.
Kebiasaan mengenakan kopiah ini, mengikuti gaya Bung Karno yang selalu tampil berkopiah saat pidato maupun acara kenegaraan. Tujuannya adalah untuk mengenalkan identitas bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Sekaligus mengangkat nasionalisme bangsa di tengah ancaman imperialisme asing.
Nah, berdasarkan buku Total Bung Karno Jilid 2, karya penulis Roro Daras, disebutkan bahwa sebelum kopiah dikenakan di kepala Bung Karno, ada tiga model penampilan Presiden pertama Indonesia tersebut. Pertama adalah mengenakan sejenis blangkon atau penutup kepala khas Jawa. Kedua, polos tidak mengenakan apa-apa hanya dengan potongan rambut belah sisir dan sedikit berjambul. Ketiga, adalah model dengan mengenakan kopiah.
Tentunya ketiga model itu juga mewakili zamannya. Kalau blangkon menunjukan status sosial tinggi. Terlebih Bung Karno pernah bersekolah di sekolah Belanda. ELS di Mojokerto dan HBS di Surabaya. Hanya anak-anak keturunan raja atau kaum bangsawan ( ningrat) yang bisa bersekolah bersama siswa-siswa Belanda.
Jika bukan keturunan ningrat, maka tentu dia seorang putra ambtenaar atau pegawai pemerintah Hindia Belanda untuk jenjang yang tergolong tinggi.
Ayah Bung Karno, Raden Sukeni Sosrodiharjo adalah seorang guru senior. Nama Raden di depan namanya, menunjukkan bahwa Bung Karno berdarah biru. Sedangkan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai adalah keturunan bangsawan Singaraja, yang itu artinya dia juga berdarah biru. Makanya Bung Karno bisa bersekolah di sekolah Belanda. Setamat HBS, dia pun melanjutkan ke THS ( Technisce Hoge School)-- yang kemudian menjadi ITB.
Meski berdarah biru, Bung Karno enggan mengenakan blangkon dan memilih membiarkan kepala dan rambutnya terbuka. Dia sama sekali tidak meniru gaya Belanda yang bergaya kolonial tropikal-stelan safari putih, celana pendek, kaus kaki tinggi dan topi gabus. Bung Karno justru memilih stelan pantolan jas dasi putih dan kopiah hitam.
Nah, kapan kopiah mulai dikenakan Bung Karno. Ceritanya saat itu Bung Karno membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI), 4 juli 1927. Di situlah dia mengusulkan agar setiap kader dan pengurus PNI wajib mengenakan kopiah sebagai identitas. Atas asal usul itu, Ali Sastroamidjojo, salah satu dedengkot PNI menolak. Tapi suara Ali kalah dengan suara floor.
Akhirnya, kopiah pun menjadi penutup kepala resmi PNI.
Dalam perkembangannya, kopiah bukan hanya monopoli kader partai dan pengurus PNI, melainkan juga menjadi identitas kaum pergerakan. Hampir semua aktivitas pergerakan mengenakan kopiah. Dan sejarah pun kemudian mencatat, kopiah dipopulerkan oleh Bung Karno sebagai identitas bangsa Indonesia hingga hari ini.