Anjar Any, penulis buku Menyingkap Tabir Bung Karno, menyebut jika Bung Karno itu adalah penggemar nasi pecel. Hampir setiap pulang ke Blitar, Bung Karno tidak pernah lupa untuk menyempatkan diri makan pecel. Termasuk saat sudah menjadi presiden pun, kebiasaan makan pecel tidak hilang.
Bung Karno akan menyuruh ajudannya untuk muter-muter mencari penjaja nasi pecel di Blitar. Salah satu yang suka ditunggu Bung Karno adalah penjual pecel keliling Mbok Rah. Kalau sudah makan nasi pecel bisa habis tiga bungkus.
“Wah kalau Bapak sedang menikmati, walaupun yang namanya Revolusi Indonesia berhenti, pasti Bapak tidak akan ambil pusing!” ujar Guruh Sukarno dalam Bung Karno & Kesayangannya. Guruh juga menyebut jika Bung Karno sudah jadi pelanggan Mbok Rah sejak 1950.
Seperti dikutip Historia, karena sudah jadi langganan berat, tak jarang Bung Karno suka membawa bumbu pecel Mbok Rah ke Jakarta. Malah bumbu pecel itu ikut menemaninya dalam tiap lawaran ke berbagai mancanegara.
Pernah suatu ketika, Bung Karno tidak cocok dengan makanan lokal di Monggolia. Menurutnya, makanan Monggolia selalu dicampur susu kuda. Jadi sebagai penggantinya Bung Karno memilih untuk memakan nasi dengan bumbu pecel.
“Di sana setiap harinya bapak selalu makan roti dengan sambal pecel saja. Kadang-kadang juga dengan kecap,” ujar Guruh.
Tak jarang, Bung Karno melakukan mixing bumbu pecel dengan salad terutama saat berkunjung ke negara-negara Eropa dan Amerika. Dia minta kepada manajemen hotel atau kepala rumah tangga istana di negara setempat untuk mencairkan sambal pecel yang dibawanya itu sebelum dicampur kedalam salad. Jadilah Indonesian salad yang nampol.
Di Jakarta, Bung Karno juga makan pecel lele. Apalagi ketika disajikan bersama lele, lalapan daun singkong dan pepaya. Plus sambel cobek yang nendang. Bung Karno akan mencocol lalapan dan lele dan menyantapnya menggunakan tangan. "Kalau lagi makan pecel lele, Bapak seperti tidak ingat sekitarnya," kata Muslih, bekas pelayan pribadi keluarga Bung Karno.
Selain pecel pincuk Mbok Rah, Bung Karno juga punya langganan pecel lainnya di Blitar, yaitu pecel Rukiyem. Penulis Anjar Any menyebut kalau Bung Karno suka datang ke Pecel Rukiyem, Jalan Ahmad Yani No 43 Blitar.
Pecel Rukiyem atau pecel Mbok Pin memang sangat terkenal di sana. Anjar Any bercerita bagaimana dulu Mbok Pin melayani langsung pesanan Bung Karno. Bahkan Bung Karno sendiri yang memanggilnya untuk diracikannya nasi pecel yang enak.
Dalam menyiapkan nasi pecel, Mbok Pin selalu mengenakan kain batik terbaik. Baru Mbok Pin siap menuju jalan Sultan Agung, tempat keluarganya Bung Karno berkumpul. Manakala dirinya tiba, semua perhatian tertuju pada Mbok Pin yang waktu itu masih muda dan cantik.
" Wah.. penjualnya cantik,kebaya dan kainnya juga baru.."
Melayang rasanya, tersanjung Mbok Pin muda demi mendapatkan sapaan akrab sekaligus pujian dari Bung Karno, presiden yang berlimpah cintanya kepada rakyatnya. Tak kuasa membalas sapaan akrab Bung Karno, Mbok Pin muda hanya tersenyum-senyum malu, sambil tangannya sibuk menyiapkan sajian pecel dalam alas daun pisang.
Mbok Pin sangat paham dengan racikan pecel untuk Bung Karno. Daun-daun rebusan apa saja kesukaan Bung Karno, dan seberapa banyak takaran sambalnya.
"Beliau itu, kalau lagi pesen pecel, tidak sungkan-sungkan jongkok di depan saya, menunjuk ini-itu daun-daun mana yang ia kehendaki. Saya bahagia sekali bisa meladeni beliau dan keluarganya. sepertinya tidak ada kebahagian lainnya yang lebih menyenangkan dibandingkan menyajikan sepincuk pecel kepada bung karno," tutur Mbok pin bahagia
Rasa bahagianya makin bertambah saat tahu Bung Karno memberinya uang 700 perak yang waktu itu sangat besar nilainya. Padahal harga sepincuk pecel itu hanya satu rupiah atau bahkan lima sampai sepuluh sen saja.
Sadar suaminya suka makan pecel, Ibu Fatmawati sampai belajar khusus bikin pecel dari bakul pecel. Bu Fat tak segan buat belajar langsung dari bakul pecel.
“Belajarnya bisa dari siapa saja, misalnya dari bakul pecel ketika masih di Bengkulu,” seperti dikutip dari buku Dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno karya Kadjat Adra’i,
Mungkin karena itu pulalah, Bu Fat seringkali diminta menyediakan bumbu pecel di rumah.