Ikuti Kami

Kisah Heroik Bung Karno ke Makassar Jelang Kemerdekaan

Pada maret 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta terbang ke makassar, didampingi Sigetada Nishijima, untuk melakukan tugas rahasia.

Kisah Heroik Bung Karno ke Makassar Jelang Kemerdekaan

Jakarta, Gesuri.id - Ketika Makassar dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya dibombardir oleh sekutu, Minseifu-pemerintahan militer yang dibentuk oleh armada selatan kedua ( Angkatan Laut atau Kaigun ) yang berpusat di Makassar  -mengizinkan Soekarno berkunjung ke Makassar 

Pada maret 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta terbang ke makassar, didampingi Sigetada Nishijima, untuk melakukan tugas rahasia pembicaraan sesungguhnya dari Negara Indonesia di masa mendatang. Jepang mendorong untuk monarki. 

“Seperti yang Anda lihat dalam kunjungan ini baru baru ini, rakyat Bali condong pada kerajaan. Mereka mendesak agar Soekarno diangkat menjadi raja Indonesia,” kata pembesar Jepang.

“Aku memiliki satu kewajiban kepada para pengikutku sejah tahun 1926. Di saat awal sekali, ketika kemerdekaan ini masih merupakan impian yang sangat jauh, aku telah berjanji kamu tidak mengkhendaki sebuah kerajaan. Aku selalu bicara menantang bentuk lain, kecuali republik,” kata Soekarno tegas.

Adapun Hatta, menurut Soekarno, yang selama masa pendudukan menjadi pendampingnya yang baik, agaknya telah mencium bahwa kemerdekaan telah dekat, dan dia kembali pada bentuk negara pilihannya dan tidak setuju dengan soekarno. Hatta mendukung bentuk federal. Soekarno mengkehendaki negara kesatuan. 

“Aku menyadari ini adalah akhir dari kerja sama kami. Kami tidak lagi merupakan dwi tunggal,” kata Soekarno

Selama lima hari di Makassar,  Soekarno mengalami 22 kali serangan pengeboman. Selama itu, dia disembunyikan dalam lubang perlindungan di bawah tanah yang merupakan sarang serangga dan nyamuk. Di tempat itulah seekor nyamuk menggigit Soekarno dan dia terjangkit malaria terbaru, tertian ( paling ringan) , yang disebabkan Plasmodium vivax dengan gejala demam yang dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi ( dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi). 

Selama delapan tahun penyakit itu berulang kali menyerang Soekarno. Kota Makassar menjadi sasaran pengeboman yang terus-menerus karena sekutu,entah dengan cara bagaimana, mengetahui Soekarno ada di Makassar. Tidak diragukan lagi mereka mengejar Soekarno secara pribadi. Perjalanan pulang sangat tidak menyenangkan. 

Satu konvoi terdiri atas dua pesawat tempur kecil mengawal di kiri dan kanan, tetapi pesawat sekutu terus saja membuntuti. Enam pesawat amerika melayang-layang di udara tepat di atas rombongan Soekarno sepanjang perjalanan pulang dan selagi pesawat angkatan laut Jepang terbang di atas pulau Jawa. Pesawat yang ditmumpangi Soekarno dan pesawat pengawalnya terbang dalam ketinggian sangat rendah, hampir menyentuh pucuk pohon kelapa. 

2

Sirene bahaya udara masih terdengar meraung-raung ketika pesawat Soekarno mendarat di Jakarta. Meski dibombardir sekutu, Soekarno berhasil mengadakan dua kali pertemuan umum. Masing-masing hanya berlangsung setengah jam dan soekarno sendiri hanya sempat berbicara beberapa menit saja, sudah cukup membangkitkan kembali semangat memperjuangkan kemerdekaan. Tujuan kedatangan Soekarno untuk berunding dengan pembesar-pembesar angkatan laut Jepang agar Indonesia bagian timur dipersatukan kembali dengan Indonesia barat secara administrative. 

Sesuai dengan janji Tenno Heika kepada soekarno ketika berkunjung ke Tokyo pada 1943, soekarno minta juga agar orang-orang Indonesia bagian timur lebih banyak diberikan kesempatan duduk dalam pemerintahan dengan jabatan - jabatan strategis. Sebab, di Jawa sudah banyak yang diangkat menjadi Syuuchokan ( residen). Namun, rencana itu selalu dirintangi oleh angkatan laut Jepang karena mereka memang tidak mengkhendaki memberikan kekuasaan lebih luas kepada orang-orang Indonesia .

Sikap konservatif angkatan laut jepang lebih jelas ketika Perdana Menteri Koiso, pengganti Perdana Menteri Hideki Tojo, di depan sidang parlemen Jepang mengumumkan pada 7 september 1994 janji kemerdekaan kepada Indonesia kelak dikemudian hari. Pihak angkatan laut Jepang mengajukan minderheids nota atau pernyataan keberatan. Oleh karena itu, perlakuan-perlakuan penguasa angkatan laut Jepang terhadap pemimpin-pemimpin rakyat di Indonesia bagian timur sangat ganas. Kaum intelektual banyak yang dibunuh untuk mencegah agar jangan ada yang memimpin gerakan rakyat.
 Kecuali Laksamana Tadashi Maeda, Kepala Kaigun Bukanfu atau kantor penghubung angkatan laut dengan angkatan darat Jepang yang berkantor di Jakarta. 

Baca Juga: Nasi Jagung, Sambal dan Kopi Tubruk Jadi Favorit Bung Karno

Dia dan staffnya, seperti Sigetada Nishijima, dekat dengan tokoh-tokoh pergerakan dan sangat menentukan dalam krisis proklamasi kemerdekaan Indonesia. Maeda juga mendukung sekolah politik bagi pemuda setengah terdidik berumur 18-20 tahun di asrama Indonesia Merdeka di Kebon Sirih no 80. Tujuannya masih merupakan kontroversi. Beberapa menganggap bahwa asrama itu didirikan untuk mewujudkan ambisi kaigun untuk melatih para infiltrator yang akan menetrasi gerakan komunis atau dekat-komunis bawah tanah. 

Beberapa yang lain menyatakan bahwa asrama itu didirikan untuk mengantisipasi kemungkinan kekalahan jepang yang pada akhirnya akan membuat Jepang harus bersekutu dengan poros komunis (Uni Soviet ) untuk melawan kekuatan aglo-saxon. Juga ada yang meyakini bahwa asrama itu didirikan sebagai cermin kemurah hatian Maeda dan para pembantunya bagi Kemerdekaan Indonesia, sesuai dengan deklarasi Koiso. 

Yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah Wikana, seorang yang memiliki hubungan dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)- ilegal, tetapi kemudian menjadi relative dekat dengan Sutan Sjahrir. Dan menjadi organisator di belakang layar proyek ini adalah Achmad Subarjo, politisi generasi tua yang memiliki hubungan dekat dengan Tuan Malaka. Para pengajarnya adalah soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Muhammad Yamin, dan Sunarjo.

Image result for Maulwi Saelan

Menurut Maulwi Saelan, pada pertemuan umum kedua April 1945, Soekarno mendukung pembentukan Sudara ( Sumber Darah Rakyat) sebagai wadah perjuangan Sulawesi Selatan. Jepang berharap organisasi ini berguna untuk memobilisasikan pemuda pemuda membantu jepang melawan sekutu. Sejak mendarat di Makassar, jepang merangkul para tokoh Sulawesi, antara lain Lanto Daeng Pasewang, H. Sewang Daeng Muntu, M.A. Pelupessy, Tio Heng Sui, H.Nusu Daeng Mannangkasi, dan Nadjimuddin Daeng Malewa, yang diangkat menjadi wali kota Makassar pada mei 1945. 

Mereka diwadahi dalam Syukai Giiin, yaitu Badan Penasehat Penguasa Minseifu. Pada akhir 1994, tiba dari Jakarta rombongan Sam Ratulangi, Pondaag, dan Tobing, kemudian menyusul Mr. Tadjuddin Noor dan Mr. A. Zainal Abidin. Kehadiran  mereka untuk memperkuat barisan prokemerdekaan. Segera begitu mereka tiba di Makassar, wadah Syukai Giin berganti nama menjadi Sudara ( Ken Koku Doshikai). Wadah ini dipimpin oleh Lanto Daeng Pasewang, A Mappanyukki, dan Mr. Tadjuddin Noor, sebagai akibat kekalahan Jepang atau sekutu di kepulauan Solomon.

Sudara berkembang pesat, meliputi seluruh potensi perjuangan di Sulawesi selatan, serta merupakan mantel organisasi binaan tokoh-tokoh pemuda, seperti Andi Mattalatta, Saleh Lahede,Amiruddin Mukhlis, Manai Sophiaan, Sunari, Sutan M. Yusuf S.A , Man, dan J.D, Syranamual. Kunjungan Soekarno dan rombongan ke Makassar merupakan momentum bersejarah untuk membangkitkan dan membakar semangat kemerdekaan, baik melalui pertemuan khusus dengan para tokoh masyarakat maupun melalui rapat umum di lapangan Hassanuddin, tempat ribuan pemuda menghadiri pengibaran bendera Merah-Putih. 

Agaknya para tokoh itu menerima isyarat kemerdekaan dari soekarno karena peristiwa 30 April 1945 itu sangat penting bagi perjuangan selanjutnya di Sulawesi Selatan. Soekarno dan para tokoh pergerakan menjadikan Sudara sebagai organisasi perjuangan mempertahankan Republik Indonesia. 

“ Untuk mempersatukan pergerakan dan menyambut kemerdekaan karena semua sudah ke  arah situ, tapi kok belum ada apa-apanya,” kata Maulwi, “ maka bentuklah Sudara.” Pada November 1945, Sudara diintegritaskan ke dalam Pusat Pemuda Nasional Indonesia ( PPNI ).

Para pelajar, termasuk Maulwi, mengetahui Sudara dari para tokoh pergerakan yang biasa belajat, kita ikut kumpul-kumpul di rumah Sam Ratulangi.  “ Sesudah selesai belajar, kita ikut kumpul-kumpul di rumah Sam Ratulangi, mendengarkan dan sebagainya,” . kata Maulwi.

Related image

Kaum pergerakan di Makassar mengusulkan, selain Sam Ratulangi yang sudah ditunjuk Minsefu, diikutsertakan juga Nadjimuddin Daeng Malewa, Manai Sophiaan, dan Wahab Turru. Namun, usul kaum pergerakan dimentahkan. Yang ditunjuk adalah raja-raja yang dianggap loyal. Pada 10 Agustus 1945, tiga utusan Sudara, yaitu Sam Ratulangi, Andi Pangeran Petta Rani ( menggantikan ayahnya, Raja Bone Andi Mappanyukki) , dan Andi Sulthan Daeng Raja, berangkat ke Jakarta untuk mengikuti siding penyusunan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tertinggi Tentara Jepang untuk wilayah selatan, yang berkedudukan di Saigon, Marsekal Terauchi mengumumkan pembentukan PPKI sebagai penerus Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Panitia yang baru dimaksudkan untuk mempercepat semua upaya persiapan terakhir bagi pembentukan sebuah pemerintahan Indonesia merdeka. Sementara keanggotaan BPUPKI didasarkan pada latar belakng ideologis, kriteria utama dari komposisi anggota PPKI adalah berdasarkan kedaerahan. 

Konsekuensi, beberapa anggota kunci BPUPKI, seperti Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Masjkur, Ahmad Sanusi, Abikusno Tjokrosujoso,  Wongsonegoro, dan Muhammad Yamin tak termasuk anggota PPKI. Sesampainya di Jakarta, ketiga utusan dari Sulawesi Selatan disambut oleh mahasiswa yang dipimpin oleh Zus Ratulangi, putri Sam Ratulangi. Mereka dibawa ke markas kelompok Persatuan Mahasiswa di asrama Ika Daigaku ( Sekolah Kedokteran ) di Prapatan 10. 

Baca Juga: Kisah Fidel Castro dan Bung Karno

Mereka diminta agar ikut mendesak Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Susunan keanggotan PPKI adalah Soekarno ( Ketua), Mohammad Hatta ( Wakil Ketua ), Radjiman Wedyodiningrat , R. Otto Iskandarinata, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, B.K.P.A Surjoamidjojo, Sutardjo Kartohadikusumo, Raden Pandji Suroso, Supono , Abdul Kadir, B.P.H Purboyo dari Jawa; Mohammad Amir, Teuku Mohammad Hassan, Abdul Abas dari Sumatera; G.S.S.J Ratulangi dan Andi Pangeran Petta Rani dari Sulawesi ; A.A Hamidhan dari Kalimantan; I Gusti Ketut Pudja dari Kepulauan Sunda Kecil; J. Latuharhary dari Maluku; Yap Tjawan Bing mewakili etnis Tionghoa.
Menurut pengakuan Soekarno, dirinyalah yang memilih tokoh-tokoh terkemuka dari seluruh kepulauan, kemudian disetujui oleh Jepang.

Selain anggota-anggota di atas, Soekarno juga mengusulkan enam anggota baru yang tidak lagi dirundingkan dengan Jepang, yaitu Ahmad Subardjo, Iwa Kusumasumantri, Ki Hadjar Dewantara, Sayuti Melik, Kasman Singodimedjo, dan R.A.A Wiranatakusuma, sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.

Pada 8 Agustus 1945, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wediodiningrat diundang ke Saigon oleh Panglima Tertinggi Tentara Jepang untuk Wilayah Selatan, Marsekal Terauchi, di Dalat, kira-kira 300 kilometer sebelah utara Saigon. 

Perwira Jepang yang mengantar mereka kepada Terauchi adalah Letnan Kolonel Nomura dari Gunseikanbu. Dalam perjalanan ke Dalat, mereka menginap semalam di Singapura dan semalam di Saigon. Dari Saigon, mereka diterima Terauchi dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintahan pusat di Tokyo. Pada 12 Agustus 1945, Terauchi berpidato pendek, menyatakan bahwa pemerintahan Jepang di Tokyo memutuskan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Image result for Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua PPKI

Terauchi juga mengesahkan Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua PPKI, dan memberi tahu Radjiman bahwa tugasnya memimpin BPUPKI telah selesai dan digantikan PPKI. Soekarno bertanya kepada Terauchi mengenai kapan keputusan Tokyo tentang Indonesia, yang dijawab Terauchi, “ Terserah kepada Tuan-tuan Panitia Persiapan. Kapan saja dapat. Itu sudah menjadi urusan Tuan.”

Pada 14 Agustus 1945, Soekarno dan rombongan tiba kembali di Jakarta dari Saigon. Seharusnya sidang PPKI digelar 16 Agustus 1945 pukul  10 pagi, tetapi tertunda karena malam sebelumnya  Soekarno-Hatta “diculik” oleh pemuda radikal ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Pada 16 Agustus 1945 malam, setelah Soekarno tiba kembali di Jakarta dijemput oleh Ahmad Subardjo, baru diadakan pertemuan di rumah Laksamana Tadashi Maeda,yang dihadiri oleh semua anggota PPKI dan pemuda-pemuda anggota Panitia Aksi Persiapan Proklamasi yang merencanakan penculikannya. Pada malam itulah teks proklamasi kemerdekaan disusun untuk dibacakan Soekarno esok paginya, 17 Agustus 1945, di halaman rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur no 56.

Ketiga utusan dari Makassar mengikuti pertemuan, baik di rumah Laksamana Tadashi Maeda maupun upacara Proklamasi Kemerdekaan, meskipun seorang dari mereka, yaitu Andi Sultan Daeng Raja, tidak diangkat menjadi anggota PPKI. 
PPKI baru bersidang pada 18 Agustuss 1945 di Pejambon, bekas gedung Volksraad. Soekarno mendeskripsikan gedung ini sebagai khas berarsitektur Belanda yang berat dan berlebih-lebihan. Dinding kayu berwarna gelap, langit-langit kaca berwarna, lantai dari marmer padat ruang yang luas di bagi-bagi menjadi sepuluh deret. Enam meja kursi terdapat setiap deretnya. Satu-satunya yang teratur dalam sidang itu hanyalah ruangannya. “ Rapat-rapat yang diselenggarakan benar-benar kacau,” kata Soekarno.

Baca Juga: Jejak Keislaman dalam Jati Diri Bung Karno

Menurut Soekarno, para anggota PPKI membuat rencana, aturan, dan usul-usul berisi tetek bengek yang menyiksa. Tidak ada yang melakukan koordinasi dengan yang lain. Orang-orang terpelajar yang berpikiran sempit dari Jawa, para pedagang dari sumatera, para penduduk dari pulau-pulau perbatasan tidak memiliki dasar pemikiran yang sama. Saat istirahat, dari pukul satu sampai pukul lima petang, mereka berkumpul membentuk kelompok masing-masing: Islam, kelompok kebangsaan, federalis, dan persatuan. Ada yang menuntut wilayah Indonesia yang lebih luas mencakup seluruh jajahan Hindia-Belanda, ada juga yang puas dengan wilayah yang lebih sempit. 

Kaum Islam ortodoks mendorong bentuk negara berdasarkan Islam. Ada lagi kelompok moderat yang berpandangangan belum matang untuk memerintah sendiri. Terjadilah silang pendapat yang sengit tanpa ada titik temunya.
 Soekarno duduk di tengah keributan itu dan membiarkan setiap orang mengeluarkan pendapatnya. Mereka selalu berbicara "seandainya" dan menduga-duga, dan bahkan menyampaikan hal-hal paling kecil. Dengan cara pandang demikian, menurut Soekarno, kemerdekaan mungkin tak akan pernah terjadi. Kalau Jepang memberi kemerdekaan di hari itu juga, mungkin mereka akan berkata, "nanti dulu... Tunggu sebentar. Kami belum siap."

Related image

Meskipun sidang PPKI dipenuhi dengan perdebatan seperti yang digambarkan Soekarno, sidang akhirnya menghasilkan keputusan sangat menentukan mengenai ketatanegaraan Republik Indonesia, yaitu mengesahkan UUD, memilih Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden, dan pekerjaan presiden sehari-hari untuk sementara dibantu oleh Komite Nasional Indonesia (KNI).

Pada 19 Agustus 1945, pada sidang PPKI berikutnya ditetapkan pembentukan kabinet dan pembagian wilayah republik indonesia menjadi delapan provinsi dan sekaligus memilih gubernur-gubernur. Salah satunya Sam Ratulangi yang diangkat menjadi Gubernur Sulawesi. Sesudah sidang pada 19 Agustus 1945, rombongan Sam Ratulangi terpaksa meninggalkan Jakarta karena pesawat udara yang terakhir ke makassar berangkat hari itu.

(Disadur dari Buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno)

Quote