Jakarta, Gesuri.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengingatkan soal pentingnya mengedepankan politik inspiratif ketimbang politik praktis dalam beragama.
Terlebih politik inspiratif boleh disampaikan dalam rumah ibadah hingga tempat pendidikan.
Baca: Mahfud MD Ajak Ikuti Megawati yang Taat Pancasila & Konstitusi dalam Berdemokrasi
Hal itu disampaikan Mahfud dalam acara Simposium Nasional bertajuk 'Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama' di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/3).
Awalnya Mahfud menyampaikan, bahwa semua pihak diperbolehkan menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan politik. Karena memang, tempat kegiatan politik dan lahirnya ide-ide politik itu dari agama.
Namun ia mengingatkan bahwa politik itu terdapat dua tingkatan yakni yang pertama politik inspiratif. Politik bicara soal keadilan hingga demokrasi boleh disampaikan di rumah-rumah ibadah.
"Tetapi Politik itu ada dua tingkat, satu Politik inspiratif atau Politik ideologis, itu tadi Politik inspiratif itu kalimatun sawa itu tadi. Keadilan, keluhuran, kejujuran, demokrasi, itu boleh kampanye di rumah agama," kata Mahfud.
"Karena itu setiap hari yang dikatakan oleh para mubaligh di masjid, di pesantren. 'Hei, kamu harus hadir, itu kan politik'. 'Hei itu mencuri tanah rakyat', bicara di masjid, boleh," sambungnya.
Mahfud pun mengingatkan yang tak boleh disampaikan di rumah ibadah hingga tempat menimba ilmu pendidikan yakni politik praktis. Pasalnya politik praktis jika disampaikan bisa menimbulkan perpecahan.
"Apa? 'hei kamu milih ini ya jangan milih ini. ini jahat nih, ini bagus'. Nah nggak boleh. 'Milih partai ini, jangan pilih partai ini, pilih calon yang ini jangan pilih yang itu', itu nggak boleh, akan menimbulkan perpecahan," ungkapnya.
Mahfud menyebut, politik inspiratif yang masuk dalam kalimatun sawa tersebut merupakan tingkat paling tinggi dalam berpolitik. Menurutnya, hal itu penting untuk memberikan pendidikan kewarganegaraan.
"Ideologi, Pancasila itu ya harus diajarkan, di masjid iya, tetapi jangan praktis. Praktis itu atau low politics itu sudah menyangkut pilihan-pilihan dari berbagai gerakan," tuturnya.
Untuk itu, ia pun menegaskan kembali jika perbedaan pilihan politik praktis itu jangan di bawa ke masjid, jangan dibawa ke pesantren, jangan dibawa ke sekolah dan kampus.
Baca: Serukan Pemilu Damai, Konflik Terjadi Karena Ambisi Politik Atas Nama Agama
"Kalau soal perbedaan pilihan Politik, itu yang akan menimbulkan kekacauan. Tapi kalo Politik inspiratif tadi, Mari kita bangun Negara sebaik-baiknya dan bisa melahirkan pemimpin yang baik, itu memang tugas masjid," ujarnya.
"Tapi jangan pilih pemimpin yang baik, pemimpin yang baik itu (misalnya) Mahfud, itu nggak boleh hehe. Tapi kalau pemimpin yang baik, jangan nyebut orang, itu tugas masjid. Karena apa? itu politik inspiratif," sambungnya.
Politikus PDI Perjuangan yang juga Ketua Panitia acara, Irvansyah, menjelaskan kegiatan itu dilaksanakan, salah satunya karena saat ini sudah memasuki tahun Politik. Dan mencermati dinamika politik nasional yang mulai menghangat, harus menjadi perhatian semua kalangan, utamanya untuk memastikan bahwa perbedaan dalam pandangan dan sikap politik tidak menghalangi rasa persatuan sebagai bangsa dan persaudaraan sebagai umat manusia.
“Fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa acapkali serangkaian momentum politik dijadikan oleh kelompok tertentu untuk mengusik perbedaan di kalangan masyarakat, utamanya dengan isu-isu keagamaan. Menggunakan politisasi agama untuk kepentingan politik yang menghalalkan segala cara meski imbasnya adalah perpecahan atau konflik yang mengatasnamakan agama,” urai Irvansyah.
Bekerjasama dengan Eksponen Alumni HMI Pro Jokowi Amin , Irvansyah mengatakan pihaknya menyelenggarakan simposium nasional yang melibatkan tokoh dan pimpinan ormas keagamaan serta kelompok masyarakat sipil. Tujuannya, guna menyatukan sikap dan kesamaan langkah untuk menjaga sekaligus memastikan bahwa di tengah berkembangnya dinamika di tahun politik, kerukunan masyarakat antar umat beragama tidak terusik.
“Dalam acara ini, akan kami dorong komitnen bersama dengan deklarasi atau pernyataan bersama dari para tokoh lintas agama menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama,” pungkas Irvansyah.
Adapun dalam acara ini turut dihadiri Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri secara virtual dalam acara yang panitianya diketuai oleh Politikus PDI Perjuangan Irvansyah. Acara itu turut dihadiri oleh perwakilan tokoh agama. Antara lain Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Gomar Gultom.
Baca: Diinisasi PDI Perjuangan, Para Tokoh Agama Deklarasi Serukan Pemilu Damai & Berkualitas
Lalu, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) Dra. Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) WS Budi Santoso Tanuwibowo.
Kemudian, Tokoh Lintas Agama Prof. Dr. H. Alwi Abdurrahman Shihab dan Akademisi Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis.
Nantinya, acara akan dilanjutkan dengan ‘Deklarasi Bersama untuk Kedamaian, Pemilu Berkualitas 2024’ yang dibacakan para tokoh agama tersebut. Penutupan Simposium Nasional ini akan dipimpin oleh Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada sore hari.