Jakarta, Gesuri.id - Ketua Umum Organisasi Sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM) Wanto Sugito menanggapi keras kritikan Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait kebijakan pemerintah Jokowi yang dinilai kurang berpihak kepada rakyat miskin atau wong cilik.
Baca Niken: Krisis Iklim Picu Ancaman Serius Krisis Pangan
Menurut politisi muda PDI Perjuangan ini, era pemerintahan SBY dikenal gemar korupsi, dan tidak pantas dibandingkan dengan pemerintahan Jokowi yang benar-benar bekerja untuk rakyat.
“AHY bisanya mengkritik pemerintahan Jokowi saja ya, mengkritik pemerintahan bapaknya tidak bisa, sekarang saya tantang deh sebutkan 10 keberhasilan SBY dan bandingkan dengan anggaran serta utang yang menumpuk selama pemerintahan SBY, kemudian buka itu korupsi Ketum Demokrat yang ironi dengan slogannya, Katakan tidak pada Korupsi!,” tegas Wanto.
Ketua DPC PDI Perjuangan Tangsel ini menegaskan, pemerintah Jokowi sudah benar-benar mengalokasikan anggaran orang miskin untuk orang miskin, pengalokasiannya sudah tepat sasaran, seperti program kebijakan rumah sakit gratis untuk rakyat melalui BPJS, peningkatan jaminan Kesehatan dan sebagainya.
Oleh sebab itu, indeks kepuasan masyarakat terhadap pemerintah Jokowi mencapai 76,2 persen seperti yang dirilis oleh LSI.
Jadi menurut Wanto, AHY seharusnya tidak membandingkan komitmen pemerintah Jokowi untuk wong cilik dengan komitmen pemerintahan SBY yang dikenal korup.
“Jaman SBY itu kan dana untuk orang miskin dipakai untuk dana pemilu melalui Bansos. Itulah yang membuat suara Demokrat naik menjadi 300%,” tegas Wanto.
Lebih lanjut mantan aktivis 98 UIN Jakarta ini membeberkan kegagalan SBY terkait kesejahteraan wong cilik.
Di mata Wanto, SBY punya banyak catatan merah. Kegagalan SBY ini diantaranya dibuktikan dengan menurunnya tingkat kesejahteraan petani, utang per kapita naik dari US$531,29 menjadi US$1.002,69 pada 2013.
Baca Ima Mahdiah Minta RSUD Pasar Minggu Terus Perbaiki Kualitas Pelayanan
Pembayaran bunga utang menyedot 13,6% dari anggaran pemerintah pusat. Postur APBN semakin tidak proporsional karena didominasi oleh pengeluaran rutin dan birokrasi serta turunnya lapangan kerja dari 436.000 menjadi 164.000. Bahkan neraca perdagangan dari surplus US$25,06 miliar menjadi deficit US$4,06 miliar.
“AHY ini berulang kali saya katakan harus belajar baca data dulu terkait kegagalan bapaknya, baru kemudian mengkritisi kebijakan Jokowi.” tutup pria yang akrab disapa Klutuk ini.